REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Imbas kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang menerapkan maksimal 50 siswa per kelas di SMA/SMK negeri di Jawa Barat terasa dampaknya di sekolah swasta. SMA Al Kenzie Kota Bandung menjadi salah satu korban kebijakan ini, mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga 28 persen siswa yang diterima.
Asep Ropik, PIC sekolah Al Kenzie, mengungkapkan bahwa penerimaan siswa kelas X SMA mengalami penurunan signifikan dari 25 siswa tahun sebelumnya menjadi hanya 18 siswa. "Kelas X di Al Kenzie ini hanya mendapatkan siswa aktif 18 orang, padahal tahun sebelumnya 25 siswa," kata Asep saat ditemui Republika, Senin, (28/07/25).
Kondisi ini berbanding terbalik dengan sekolah negeri yang mengalami lonjakan siswa maksimal 50 per kelas. Padahal, daya tampung sekolah ini bisa mencapai 120 siswa. Namun, tahun ini hanya menampung 18 siswa baru, angka yang jauh dari target optimal.
"Daya tampung kami 120 siswa, tapi mendapatkan hanya 18. Berbanding terbalik dengan kondisi di sekolah negeri," ungkapnya.
Asep menerangkan, kebijakan penambahan kuota hingga 50 siswa per kelas di sekolah negeri secara langsung mengurangi minat calon siswa untuk mendaftar ke sekolah swasta. Menurutnya, siswa yang seharusnya ‘mengalir’ ke sekolah swasta karena tidak diterima di negeri, kini tertampung di sekolah negeri berkat penambahan kuota.
"Yang seharusnya menjadi kuota untuk swasta, dengan penambahan kuota di negeri ya tertarik kembali. Kalau secara persentase, yang seharusnya ada 40 persen untuk swasta, sekarang berkurang menjadi sekitar 30 persen," jelasnya.

Penurunan jumlah siswa ini berdampak langsung pada ketersediaan kerja bagi tenaga pendidik. Pihak sekolah terpaksa melakukan pengurangan guru karena rasio guru-siswa yang tidak efisien secara ekonomi.
"Dampaknya terhadap pengurangan jumlah guru. Yang tadinya bahasa Inggris ada dua guru, sekarang karena jumlah kelasnya hanya satu, maka terdampak juga," ujarnya.
Dia mengakui bahwa tiga guru tidak dapat dialokasikan untuk mengajar tahun ini karena keterbatasan jumlah siswa dan kelas. "Kemarin ada tiga guru yang tidak teralokasikan karena tidak ada kebutuhan. Itu dampaknya terhadap penerimaan dan pengurangan jumlah guru," tambahnya.
Kondisi ini diperparah oleh tutupnya jenjang SMK yang sebelumnya dimiliki juga oleh Al Kenzie. SMK Al Kenzi terpaksa tutup karena tidak ada peminat sama sekali.
Menurut penjelasan Asep, SMK Al Kenzie sebetulnya sudah tutup dari satu tahun yang lalu. Namun, pada tahun ajaran baru ini, program SMK di Al Kenzie tetap mencoba membuka pendaftaran. Sayangnya, tidak ada satupun yang mendaftar.
"Kami kemarin pun membuka pendaftaran SMK, tapi tidak ada peminatnya sama sekali. Mungkin memang tidak bisa dipaksakan," tuturnya.
