Jumat 25 Jul 2025 11:35 WIB

SMAN 22 Bandung Terapkan Kebijakan KDM: Tarik Kursi dan Meja dari Aula, Guru Hadapi Tantangan Baru

SMAN 22 Bandung memutuskan untuk menerapkan kuota maksimal 44 siswa per kelas.

Rep: Mg160/ Red: Andri Saubani
Suasana di SMAN 22 Bandung, Jawa Barat.
Foto: Republika/mg160
Suasana di SMAN 22 Bandung, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sesuai kebijakan yang diatur dalam keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025, SMAN 22 Kota Bandung berusaha menjalankan kebijakan tersebut sesuai instruksi. Menyesuaikan kondisi sekolah dengan melihat fasilitas yang ada, SMAN 22 Bandung memutuskan untuk merapkan kuota maksimal 44 siswa per kelas.

Republika pada Kamis, (24/07/25) melihat realitas kondisi di lapangan. Kebijakan program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) yang menerapkan 44 siswa per kelas di SMAN 22 Bandung mulai dirasakan dampaknya oleh siswa dan guru. Siswa mengeluhkan kondisi kelas yang gerah, sementara guru menghadapi tantangan dalam manajemen pembelajaran.

Baca Juga

“​​Nah kita menerima sebanyak 44 per rombel itu jadinya. Karena memang dari kebijakan tersebut, sesuai dengan kriterianya PAPS itu ya, ada dari yatim piatu, kemudian ada bencana alam, kemudian ada keluarga ekonomi tidak mampu (KETM), satu lagi dari bina lingkungan sosial,” jelas Eneng Siti Hajar, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMAN 22 Bandung.

Eneng mengaku dengan adanya kebijakan ini, pihak sekolah harus tarik meja dan kursi dari aula. Berdasarkan penjelasannya, pihak sekolah harus mempersiapkan ini sebaik mungkin dan memberikan pelayanan terbaik untuk siswa dan siswinya.

photo
Wakepsek Bidang Humas, SMAN 22 Bandung, Eneng Siti Hajar. - (Republika/mg160)

Rio Adriandita, guru mata pelajaran Sosiologi SMAN 22 Bandung mengaku adanya tantangan yang dihadapi oleh guru dalam mengajar dengan jumlah 44 siswa per kelas. "Secara real-nya guru memang punya PR ketika siswanya banyak, yaitu controlling kelas dan manajemen kelas yang akan lebih sulit," tutur Rio saat ditemui Republika.

Menurut penuturan Rio, tantangannya adalah penerapan metode pembelajaran berkelompok. Sebelumnya, dengan jumlah siswa 35-36 orang, dia bisa membagi kelas menjadi lima kelompok dengan maksimal 7-8 orang per kelompok. Kini dengan 44 siswa, satu kelompok bisa mencapai sembilan orang.

"Apakah akan efektif untuk kerja kelompok? Nah itu saya akan lihat selama satu semester ke depan," tegasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement