Kamis 17 Jul 2025 07:10 WIB

Keresahan Murid SMA di Bogor yang Harus Belajar dalam Satu Kelas Berisi 50 Orang

Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan kebijakan tersebut bersifat tentatif.

Rep: MgRol159/ Red: A.Syalaby Ichsan
Pelajar SMAN 9 Bogor sedang mengikuti kegiatan pengenalan lingkungan sekolah, Rabu (16/7/2025).
Foto: MgRoL159
Pelajar SMAN 9 Bogor sedang mengikuti kegiatan pengenalan lingkungan sekolah, Rabu (16/7/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) menetapkan Keputusan Gubernur No. 463.1/Kep.323-Disdik/2025 Tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah ke Jenjang Pendidikan Menengah Provinsi Jawa Barat pada 26 Juli 2025 lalu, banyak SMA Negeri di Jawa Barat yang menambah kuota penerimaan siswa baru dengan maksimal rombongan belajar 50 murid per kelas.

Kebijakan ini dinilai berpengaruh terhadap kualitas belajar mengajar murid. Muhammad Adyaraka Putra Pratama (15 tahun), siswa Kelas 10 SMAN 9 Bogor menyebutkan jumlah ini kurang efektif. Dia merasa, ada 50 siswa dalam satu kelas sulit dapat diajar dengan efisien, terlebih hanya satu guru yang mengajar dan mengatur kelas.

Baca Juga

“Menurut saya pribadi itu kurang efektif, karena bagi saya sendiri 50 siswa dalam satu kelas itu belum tentu dapat diajarkan secara efisien apalagi yang mengajar hanya satu guru, lalu belum tentu anak-anaknya bisa mengikuti pembelajaran tersebut apalagi diaturnya,” jelas Adya saat ditemui Republika di SMAN 9 Bogor, Rabu (16/7/2025).

Adya menyarankan, dengan kondisi yang demikian, salah satu cara untuk menambah konsentrasi siswa dalam belajar yaitu guru dapat memberikan materi melalui visualisasi yang kuat.

“Tidak bisa dipungkiri mungkin ada beberapa siswa yang keheranan atau kebingungan karena suaranya yang tidak terdengar, jika ingin fokus dalam 50 siswa itu mau tidak mau harus bisa mengandalkan visualisasi yang kuat,” ujar Adya.

Syifa Nur Latifah (14) Siswa Kelas 10 SMAN 9 Bogor mengatakan bahwa kebijakan ini sebenarnya tidak bermasalah jika para siswa mengikuti aturan dengan baik.

“Saya sebenarnya tidak apa-apa, kalau semuanya mengikuti aturan dengan baik dan pembelajaran tidak terganggu oleh keberisikan dari suatu murid atau apapun itu tidak apa-apa,” ucap Syifa.

Menurut Syifa, dengan jumlah siswa 50 murid per kelas dia merasa murid akan berdesakan selama pelajaran. “Belum ada gambaran, tapi kayaknya bakalan desek-desek rame banget,”kata Syifa.

Bagi Syifa, jumlah 48 hingga 50 siswa perkelas dirasa kurang efektif, sehingga harus dibantu juga dengan kedisiplinan siswa dan aturan-aturan yang ada.“Menurut saya kurang efektif, jadi harus dibantu dengan kedisiplinan dengan aturan-aturan yang ada. Jadi jika murid melanggar suatu aturan kita bisa memberikan sedikit… atau dari gurunya hukuman sendiri,” saran Syifa.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement