Senin 02 Jun 2025 10:44 WIB

Jejak Izin Tambang untuk Pesantren di Tragedi Longsor Galian C Gunung Kuda

Polisi mendalami dugaan 'permainan' di balik pemberian izin tambang untuk pesantren.

Longsor terjadi di Galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jumat (30/5/2025) sekitar pukul 10.00 WIB.
Foto: Dok Republika.
Longsor terjadi di Galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jumat (30/5/2025) sekitar pukul 10.00 WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lilis Sri Handayani, Muhammad Fauzi Ridwan

Hingga Ahad (1/6/2025), total korban tewas akibat longsornya lokasi galian C di blok Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon tercatat mencapai 19 orang. Polisi pun telah menetapkan dua tersangka di kasus longsor yang terjadi pada Jumat (30/5/2025).

Baca Juga

Belakangan diketahui, izin usaha pertambangan galian C di blok Gunung Kuda dimiliki oleh koperasi pondok pesantren. Dalam konferensi pers Ahad, Kepala Dinas ESDM Jabar, Bambang Tirtoyuliono, mengatakan, pihaknya telah mencabut empat izin usaha pertambangan di blok itu.

“Di blok Gunung Kuda itu ada empat izin. Salah satunya milik Al-Azhariyah, dua lainnya milik Kopontren Al-Islah. Dan satu lagi masih tahapan eksplorasi, nampaknya kepemilikannya grup Kopontren Al-Azhariyah,” ujar saat menghadiri konferensi pers di Mapolresta Cirebon, Ahad (1/6/2025).

Adapun area penambangan yang longsor pada Jumat (30/5/2025) merupakan milik Kopontren Al-Azhariyah. Tak hanya kali ini, longsor juga sudah beberapa kali terjadi. Bahkan pada 2015, longsor serupa juga terjadi cukup parah.

Meski demikian, izin penambangan tetap diberikan kepada Kopontren Al-Azhariyah pada 2020. Izin yang dikeluarkan pada 5 November 2020 itu berakhir pada 5 November 2025.

Terkait hal itu, Bambang menjelaskan, penerbitan perizinan didahului dengan pengkajian. Ia yakin, kajian itu sudah dilaksanakan.

“Saya yakin betul bahwa sebelum diterbitkannya izin tahun 2020, telah dilakukan pengkajian secara komprehensif, multisektoral, sehingga pemerintah provinsi pada saat itu, tahun 2020, berani untuk memberikan izin berikutnya,” kata Bambang.

Bambang menambahkan, evaluasi pun dilakukan setiap tahunnya. Dia menduga, pihak pengelola menerapkan metode penambangan yang tidak baik dalam beberapa tahun terakhir.

Nah persoalannya, saya yakin ini betul, di tahun 2023-2024, dengan dugaan saya, metode penambangannya tidak baik,” ucapnya. 

Hal itu pun terlihat dari tidak adanya Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari pihak Kopontren Al-Azhariyah pada 2024. Padahal, RKAB merupakan dasar untuk melaksanakan kegiatan penambangan dan harus diperbaharui setahun sekali.

“Untuk yang Kopontren Al-Azhariyah, RKAB-nya tahun 2024 itu tidak ada,” jelasnya.

“Sudah diberikan peringatan berkali-kali. Dan pada 19 Maret 2025, Cabang Dinas Wilayah 7 (Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon) sudah memberikan surat kepada kopontren untuk menghentikan kegiatan karena membahayakan,” katanya.

Namun, pihak Kopontren Al-Azhariyah tidak mengindahkan larangan tersebut. Mereka terus beroperasi hingga akhirnya terjadi longsor yang mengakibatkan 19 korban meninggal dunia pada Jumat (30/5/2025). 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement