Selasa 15 Apr 2025 20:39 WIB

Bareskrim Keukeuh tak Ada Kerugian Negara, Perkara Pagar Laut Bolak-Balik Kejagung-Polri

Kejagung kembali mengembalika berkas perkara pagar laut ke Bareskrim Polri.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Agung Harli Siregar.
Foto: Antara/Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspe
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Agung Harli Siregar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memulangkan berkas perkara penyidikan tersangka Arsin, Kepala Desa Kohod dalam kasus pemagaran laut di perairan utara Tangerang, Banten. Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih menilai berkas perkara hasil penyidikan Polri tersebut belum lengkap sesuai dengan arahan dan petunjuk yang diberikan oleh jaksa pada saat pelimpahan pertama bulan lalu.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, pengembalian berkas perkara tersangka Arsin tersebut sudah dilakukan pada Senin (10/4/2025). “Sudah dikembalikan kemarin,” ujar Harli melalui pesan singkat, Selasa (15/4/2025).
 
Pengembalian berkas perkara tersangka Arsin itu, bukan kali pertama. 
Akhir Maret 2025 lalu, JPU pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), juga mengembalikan berkas perkara tersebut ke tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri karena dinilai belum lengkap. Dalam pengembalian berkas perkara ketika itu, JPU memberikan sejumlah catatan dan petunjuk kepada penyidik kepolisian agar kasus tersebut dapat diajukan ke persidangan.
 
“Berkas perkara yang dikembalikan, berkaitan dengan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan atau penggunaannya dalam proses penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di atas wilayah perairan laut di Desa Kohod, Tangerang,” begitu penjelasan Harli ketika itu.
 
Harli menerangkan, dari telaah berkas tim JPU menilai kasus pemagaran laut tersebut bukan cuma soal pemalsuan dokumen-dokumen dan surat-surat dalam penerbitan surat hak milik lahan. Tapi menurut JPU, dalam kasus tersebut juga terindikasi adanya tindak pidana korupsi.
 
Menurut jaksa, kata Harli menjelaskan, kasus pemalsuan dokumen dan surat-surat beserta penggunaannya untuk penerbitan SHM di kawasan perairan tersebut bertujuan untuk menguntungkan pihak lain. Dalam catatan jaksa juga disebutkan pemalsuan tersebut diduga untuk memberikan keuntungan kepada pihak lain yang akan mengembangkan proyek kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland.
 
Sehingga menurut jaksa, kata Harli, adanya indikasi tindak pidana lainnya yang menyangkut tentang tindak pidana korupsi.
 
“Analisa jaksa mengungkapkan adanya indikasi kuat bahwa penerbitan SHM, SHGB, serta izin PKK-PR darat dilakukan secara melawan hukum. Dan dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenanga oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk kepala desa Kohod, dan Sekreratis Desa Kohod,” ujar Harli.
 
Pun dari analisis jaksa atas kasus tersebut lengkap dugaan korupsinya karena adanya kerugian keuangan, maupun perekonomian negara. 
 
“Selain itu, ditemukan juga potensi kerugian keuangan negara, dan kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah laut secara ilegal. Hal tersebut termasuk dalam penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKK-PR laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ujar Harli.
 
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement