Selasa 18 Feb 2025 00:51 WIB

Tolak Sejumlah Revisi UU dan Pemotongan Anggaran, BEM SI Kerakyatan Lakukan Demo

Anggaran pendidikan harus bisa memenuhi kewajiban akses pendidikan murah dan layak.

Pemotongan Anggaran (ilustrasi)
Pemotongan Anggaran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI Kerakyatan melakukan aksi unjuk rasa di Jakarta. Mereka mengusung isu penolakan terhadap pemotongan anggaran pendidikan, hingga rencana revisi UU  Kejaksaan, UU Polri dan UU TNI.

Koorpus BEM SI Kerakyatan, Satria Naufal, mengatakan, aksi demonstrasi yang mereka beri tajuk ‘Indonesia gelap’ ini, merupakan bentuk perlawanan terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak tepat.  “Kebijakan pemerintah semakin menjauh dari prinsip keadilan sosial, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat," kata Satria, dalam siaran pers, Senin (17/2/2025). 

Baca Juga

Mereka mentutan ciptakan pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis. Mereka juga meminta pembatalan pemangkasan anggaran pendidikan. Menurut Satria, penting untuk memastikan anggaran pendidikan yang layak. Hal ini untuk memastikan seluruh rakyat akses pendidikan murah dan layak.

Pendidikan merupakan hak fundamental setiap warga negara. Pemangkasan anggaran pendidikan hanya akan memperdalam ketimpangan akses pendidikan dan memperburuk kualitasnya. 

Selain masalah itu, Satria juga menyebut adanya sejumlah revisi UU yang dinilainya akan mengancam kehidupan demokrasi dan hak asasi manusia. Dikatakannya, lembaga lembaga negara berlomba meminta kewenangan yang berlebihan. Ini dilakukan melalui revisi UU Polri, revisi UU Kejaksaan dan revisi UU TNI.

Dalam revisi UU Polri, kata Satria, polisi ingin memperluas kewenangan agar dapat melakukan kontrol hingga pemblokiran terhadap konten-konten dalam media sosial. Sementara dalam rencana revisi UU Kejaksaan, Jaksa ingin memperkuat hak imunitasnya. Hak imunitas ini sebelumnya sudah diatur dalam UU Kejaksaan yang berlaku saat ini. 

Sementara rencana revisi UU TNI akan memberi ruang untuk militer masuk kembali dalam penegakan hukum seperti masa lalu. Padahal, menurutnya, hingga kini militer belum tunduk pada peradilan umum. “Kondisi tersebut sangat berbahaya untuk demokrasi,” ungkapnya.

Selain penolakan terhadap tiga revisi UU tersebut, para mahasiswa  juga menuntut agar multifungsi ABRI dicabut. Sebagaimana diketahui saat ini banyak TNI aktif dan Polisi aktif menduduki jabatan-jabatan sipil. Hal ini jelas menyalahi demokrasi dan menyimpang dari tugas  pokok mereka sebagaimana diatur dalam undang-ondang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement