Kamis 07 Nov 2024 07:43 WIB

KPK Yakin Sahbirin Noor Masih di Indonesia

KPK merasa belum perlu terbitkan red notice.

Penyidik KPK menunjukkan barang bukti  kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Kalimantan Selatan saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (8/10/2024). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan total tujuh tersangka kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2024–2025. Dari tujuh tersangka tersebut salah satunya yaitu Gubernur Kalsel Sahbirin Noor. Meski demikian, pihak KPK belum melakukan penahanan terhadap Sahbirin Noor. Pihak KPK selanjutnya akan melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan terkait perkara tersebut.
Foto: Republika/Prayogi
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Kalimantan Selatan saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (8/10/2024). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan total tujuh tersangka kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2024–2025. Dari tujuh tersangka tersebut salah satunya yaitu Gubernur Kalsel Sahbirin Noor. Meski demikian, pihak KPK belum melakukan penahanan terhadap Sahbirin Noor. Pihak KPK selanjutnya akan melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan terkait perkara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu yakin Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB) masih berada di dalam wilayah Indonesia. Oleh karena itu dia mengatakan saat ini belum ada urgensi untuk menerbitkan Red Notice.

"Sejauh ini kami yakin yang bersangkutan itu masih ada di Indonesia," kata Asep di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Asep mengatakan penyidik KPK telah berkoordinasi dengan pihak imigrasi dan belum ada catatan bahwa yang bersangkutan telah melintasi perbatasan Indonesia. Pihak imigrasi juga telah menerapkan cegah keluar negeri kepada Sahbirin. 

"Informasi kami, komunikasi dengan imigrasi dan lain-lain itu belum ada di perlintasan, belum menyebrang," ujarnya.

Perwira tinggi Polri berbintang satu itu mengatakan pihak KPK hingga belum ada rencana untuk menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap Sahbirin Noor. Sejauh ini Asep mengatakan penyidik belum ada rencana untuk menerbitkan DPO. Menurutnya hal itu dilakukan demi kelancaran proses penyidikan.

"Ini terkait dengan teknis ya, takutnya mengganggu proses penyidikan yang kami lakukan. Jadi belum saya bisa beri tahu. Kalau saya beri tahu nanti orangnya mengantisipasi," tuturnya.

Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB) saat ini tidak diketahui keberadaannya setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa terkait tiga proyek pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan. Sahbirin ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya.

Penyidik komisi antirasuah saat ini sedang memanggil dan memeriksa sejumlah saksi untuk dimintai keterangan soal keberadaan Sahbirin Noor.

Para tersangka lain dalam perkara tersebut adalah Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL), Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kalimantan Selatan Yulianti Erlynah (YUL), Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), dan Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean (FEB).

Selain itu, masih ada dua tersangka lainnya yang berasal dari pihak swasta, yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND).

Proyek yang menjadi objek perkara tersebut adalah pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai Rp9 miliar.

Keenam orang yang berstatus sebagai penyelenggara negara tersebut dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan dua pihak swasta tersebut dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement