Senin 04 Nov 2024 13:54 WIB

Pemerintah Tindaklanjuti Putusan MK Terkait Upah Minimum Provinsi

Menurut Menkum Supratman, seluruh provinsi harus menetapkan UMP pada November ini.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (kedua kiri).
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (kedua kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan pemerintah bakal segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXII/2024 atas Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terkait ketenagakerjaan, khususnya untuk mengurus penetapan upah minimum provinsi (UMP).

Dia menjelaskan, dari 21 pasal yang dibatalkan dalam UU Cipta Kerja oleh MK, hal yang paling mendesak untuk ditindaklanjuti adalah soal UMP. Pasalnya, seluruh provinsi harus menetapkan UMP pada bulan November ini.

Baca Juga

"Harus ditetapkan di bulan November, seluruh gubernur harus menetapkan itu. Dan saya yakin satu atau dua hari ini ada kebijakan terkait itu," kata Supratman usai rapat kerja bersama Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (4/11/2024).

Terkait pelibatan serikat buruh dalam penentuan tindak lanjut putusan MK untuk UMP, Supratman mengaku belum bisa memastikannya. Dia hanya menegaskan, pemerintah menaati putusan MK yang memerintahkan agar memasukkan komponen hidup layak (KHL). "Kan pemerintah harus melakukan itu, dan tidak ada pilihan lain karena tidak ada upaya hukum."

Sedangkan untuk poin-poin lainnya, menurut Supratman, akan ditindaklanjuti setelah kebijakan UMP dituntaskan. Dia menyebut, putusan MK harus mengeluarkan UU tentang Ketenagakerjaan dari klaster UU Cipta Kerja, dan terbentuk UU baru dalam waktu dua tahun.

Politikus Partai Gerindra itu menilai, batas waktu yang ditentukan oleh putusan MK itu masih sangat cukup. Sebagai mantan ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, ia menilai, seharusnya pembuat undang-undang tidak mengalami masalah.

Sebelumnya, MK DPR dan pemerintah untuk segera membuat UU Ketenagakerjaan yang baru dan memisahkannya dari UU Cipta Kerja. MK memberi waktu maksimal dua tahun kepada pembentuk UU untuk merampungkan UU Ketenagakerjaan yang baru. MK juga mengingatkan agar pembuatan UU tersebut harus melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja maupun buruh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement