REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menyebut usulan gencatan senjata di Gaza sebagai “tabir asap" atau tipu daya karena tidak mencakup penghentian perang Israel atau penarikan pasukan Zionis dari daerah kantong tersebut. Anggota senior Hamas, Izzat al-Rishq, pada Sabtu (2/11/2024) mengatakan usulan gencatan senjata yang diajukan dalam beberapa hari terakhir tidak mencakup penghentian serangan Israel, penarikan dari Gaza, atau pemulangan warga Palestina yang mengungsi ke wilayah mereka.
"Kami terlibat secara positif dengan semua usulan dan ide yang memastikan penghentian agresi dan penarikan pasukan pendudukan dari Gaza," tambahnya.
Rishq menuduh pemimpin Israel Benjamin Netanyahu menggunakan negosiasi sebagai kedok untuk melanjutkan agresi rezim Zionis. "Permainan pertukaran peran antara pendudukan dan pemerintahan Amerika Serikat sedang berlangsung di Lebanon, seperti halnya di Gaza," katanya.
Sebelumnya, Hamas pada Selasa (29/10/2024) mengumumkan bahwa mereka telah menanggapi permintaan mediator untuk membahas usulan baru mengenai gencatan senjata di Gaza dan untuk menyelesaikan kesepakatan pertukaran sandera dengan Israel. Kementerian Luar Negeri Qatar juga menyatakan bahwa upaya mediasi sedang berlangsung terkait gencatan senjata di Gaza.
Upaya mediasi yang dipimpin oleh AS, Mesir, dan Qatar sejauh ini gagal mencapai gencatan senjata di Gaza, tetapi Washington berpendapat bahwa pembunuhan pemimpin Hamas Yahya Sinwar oleh Israel pada 18 Oktober dapat memicu terobosan dalam negosiasi. Namun, Hamas mengatakan konflik hanya akan berakhir ketika Israel menghentikan kampanye militernya di wilayah kantong yang terblokade, yang telah menewaskan lebih dari 43.300 orang sejak Oktober 2023.
Serangan Israel menyebabkan hampir seluruh penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah blokade yang sedang berlangsung, yang menyebabkan kekurangan parah terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan. Israel juga menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional atas tindakannya yang brutal di Gaza.