REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Israr Itah, jurnalis Republika.co.id
Pemandangan tak biasa tersaji di depan mata pecinta sepak bola Indonesia yang menyaksikan pertandingan timnas kita di kandang China pada laga keempat Grup C Babak Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, Selasa (15/10/2024). Garuda tumbang dengan skor 1-2 di Qingdao. Kita untuk pertama kalinya kalah pada babak ini, tapi untuk kali pertama pula jadi pihak yang superior sepanjang permainan.
Biasanya, Indonesia lebih banyak bertahan. Diserang. Namun balik melawan lewat counter attack. Transisi positif ini diwaspadai para lawan Indonesia. Sampai-sampai, Australia membuat strategi menarik ketika bertanding melawan Garuda di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), bulan lalu.
Penyerang Nestory Irankunda digunakan untuk mengeksploitasi sisi kiri pertahanan Indonesia. Namun saat serangan gagal dan berbuah sepak pojok, Irankunda justru berada beberapa di luar kotak penalti. Ia punya tugas khusus, memotong serangan balik Indonesia dengan kecepatannya.
Strategi ini ternyata cukup jitu meredam serangan balik tim asuhan Shin Tae-yong. Dalam satu momen, Irankunda berhasil merebut bola dari kaki Rafael Struick, yang tengah menginisiasi serangan balik dari kegagalan sepak pojok Australia, dengan larinya yang kencang.
Bila serangan patah tapi tak berujung tendangan sudut, Australia cepat menutup lini tengah dan outlet pass Indonesia ke sayap, juga agar tak terkena serangan balik.
Namun China menerapkan cara tak terduga. Dihadapkan kewajiban untuk menang, tim Naga justru memilih bertahan. Rapat. Disiplin. Namun mematikan dalam serangan balik dan sensitif mencium peluang gol. Gol kedua China ke gawang Indonesia oleh Zhang Yuning menjadi buktinya.
Semua pemain Garuda maju menyerang, tapi alpa mencegah China melancarkan serangan balik. Gol tercipta hanya oleh aksi dua pemain. Sementara gol pertama akibat kelengahan Shayne Pattynama dan Ivar Jenner dalam menjaga pertahanan dari situasi bola mati.
Selepas unggul 2-0, China makin nyaman bertahan. Disiplin menutup serangan dari sayap dan piawai mengamankan bahaya di tengah pertahanan. Bek-bek jangkung China mudah saja mengamankan bola silang, juga cukup sigap menutup celah agar tak bisa diekploitasi pemain Indonesia lewat kerja sama satu dua atau tendangan jarak jauh. Tim Naga sesekali mengancam lewat serangan balik, tapi lebih banyak bertahan di daerah sendiri.
Efektif dalam menyerang dan efisien saat bertahan jadi kunci keberhasilan tim asuhan Branko Ivankovic. Sepintas mengingatkan gaya permainan tim-tim asuhan Jose Mourinho yang punya prinsip tak mengapa diserang habis-habisan asalkan tak kebobolan. Saat lawan lengah, mereka siap merobohkan dengan hanya satu atau dua pukulan. Ini dialami Indonesia.
Shin membuat sejumlah pergantian pemain dan sedikit mengubah formasi pada babak kedua. Tak banyak yang berubah dari cerita pertandingan. Indonesia tetap mendominasi, tapi masih kesulitan memecah rantai blok pemain bertahan China, apalagi menciptakan peluang emas.
Hanya satu gol yang bisa dilesakkan dari rencana cadangan, memasukkan Pratama Arhan pada ujung laga untuk menciptakan kemelut di kotak penalti pertahanan lawan lewat lemparan ke dalamnya.