REPUBLIKA.CO.ID, Di tengah meningkatnya eskalasi di kawasan Timur Tengah, Amerika Serikat (AS) dilaporkan memasok sistem pertahanan antirudal Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) untuk Israel. Tidak hanya THAAD, 100 prajurit AS juga dikerahkan Pentagon ke Israel untuk mengoperasikannya sebagai antisipasi serangan balasan Iran jika rezim Zionis jadi merespons Operasi Janji Setia II.
Pada 1 Oktober lalu, sistem pertahanan udara Israel seperti Iron Dome, David' Sling dan Arrow terbukti kewalahan mengintersep hujan misil balistik Iran. Misil-misil balistik tak terhalau dan bergantian menghantam ratusan properti milik warga sipil dan fasilitas militer termasuk hangar puluhan jet F-35 yang terparkir di markas Nevatim.
Untuk menyelamatkan muka rezim Benjamin Netanyahu, Israel kini merasa harus membalas serangan Iran namun mengkhawatirkan respons balik Iran yang berjanji akan menyerang lebih keras dan mematikan jika Tel Aviv membuat kecerobohan. Atas dasar itulah, AS membantu Israel dengan memasok THAAD sebagai langkah antisipatif.
Menurut analis militer yang dikutip oleh Press TV pada Ahad (14/10/2024), THAAD memang bisa menghadirkan solusi pertahanan udara yang lebih mumpuni daripada rezim sistem intersep roket atau rudal balistik yang dimiliki Israel saat ini. Sama krusialnya dengan THAAD, radar X-Band AN/TPY-2 yang sudah lebih dulu dimiliki Israel pun sudah digunakan saat serangan Operasi Janji Setia II pada 1 Oktober lalu.
Namun awal pekan ini, lembaga penyiaran Iran, IRIB merilis potongan video bagaimana radar X-Band itu berhasil dihantam oleh salah satu rudal balistik Iran yang berhasil menembus langit Tel Aviv yang kemudian disusul sekumpulan misil yang jatuh di fasilitas militer Israel. Betapa akuratnya misil-misil balistik Iran saat Operasi Janji Setia II itulah yang kini membuat Israel makin terancam hingga AS harus memasok THAAD.
🇺🇸 THAAD vs. 🇮🇷 Kheybar-Shekan-2
➡️ Avoid to defeat
🇮🇷 KS-2 can fly below the effective engagement envelope of the 🇺🇸 THAAD ballistic-missile-defense system
To achieve that, it needs to glide for ~250km and the last ~150km below an altitude of ~35-40km
➡️ The aero-ballistic… https://t.co/C0HuWXQX75 pic.twitter.com/Y4IXCNQGE4
— Patarames (@Pataramesh) October 13, 2024
Pada 1 Oktober lalu, misil balistik Kheibar Shekan-1 dan Kheibar Shekan-2 dengan mudahnya berpenetrasi di ruang udara Israel dan berhasil menghindari intersep sistem pertahanan udara khususnya Arrow-3 dan David's Sling. Kheibar Shekan-1 mampu menghindari intersep Israel dengan cara melesat rendah di bawah kurva orbit sistem Arrow-3, dan bahkan mampu bermanuver menghindari David's Sling.
Namun, THAAD yang dipasok AS untuk Israel saat ini, diyakini dapat mengintersep serangan misil yang terbang rendah lantaran THAAD didesain memiliki mesin penggerak canggih yang bisa beroperasi di atmosfer yang lebih rendah. Bagi sebagian ahli militer, spesifikasi operasi THAAD efektif untuk mengintersep Kheibar Shekan-1.
Namun, rumus hitungannya menjadi berubah jika THAAD berhadapan dengan Kheibar Shekan-2, yang memiliki jangkauan lebih jauh hingga 1.800 kilometer, dibandingkan jarak tempuh 1.450 kilometer dari Kheibar Shekan-1. Mesin peluncur Kheibar Shekan-2 yang lebih bersifat aerodinamis membuatnya bisa terbang lebih rendah lagi terutama di ketinggian di bawah 35 kilometer.
Kemampuan melesat rendah itu diyakini analis militer membuat Kheibar Shekan-2 akan dengan mudah mem-bypass THAAD. Meski canggih, mahalnya sistem THAAD pun membuat stok bantuan AS untuk Israel menjadi terbatas dan tidak sebanding dengan volume dan ukuran misil-misil balistik yang dimiliki Iran saat ini.
Sebagai kesimpulan, keberadaan THAAD di Israel saat ini bisa dibilang sebatas untuk menunjukkan dukungan simbolis AS atas rezim Zionis. Atau hanya akan ditempatkan di lokasi tertentu yang diprioritaskan mendapatkan perlindungan THAAD, seperti markas Angkatan Udara Israel di Nevatim.