Selasa 01 Oct 2024 17:02 WIB

Profil Pahlawan Revolusi, Katamso dari Yogyakarta

Pahlawan revolusi ini diserang sekelompok militer yang telah terpengaruh G30S/PKI.

Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) Katamso Darmokusumo
Foto: dok kemdikbud
Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) Katamso Darmokusumo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) Katamso Darmokusumo merupakan seorang pahlawan revolusi. Pada saat Gerakan 30 September (G30S) pecah, ia menjadi sasaran simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Yogyakarta.

Seperti dilansir laman resmi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), komandan Korem 072 Yogyakarta itu lahir di Sragen (Jawa Tengah) pada 5 Februari 1923. Ia memulai karier militernya dengan bergabung dalam Pembela Tanah Air (PETA) dan mendapatkan pangkat Shodanco.

Baca Juga

Setelah kemerdekaan RI, Katamso ikut dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Ia turut berjuang melawan penjajah, termasuk ketika Agresi Militer Belanda.

Pada saat pecahnya pemberontakan G30S/PKI di Jakarta, Katamso mengambil sikap hati-hati. Seperti umumnya masyarakat di daerah-daerah, ia mendengar siaran Radio Republik Indonesia (RRI) yang mengumumkan terbentuknya Dewan Revolusi pada 1 Oktober 1965. Belakangan dipastikan, RRI ketika itu dikuasai kelompok komunis.

Sebagai pimpinan Korem 072, Katamso berada dalam posisi yang penuh tekanan karena munculnya perpecahan di tubuh Angkatan Darat, yakni antara kubu yang mendukung dan yang menolak Dewan Revolusi. Pada hari yang sama, sekitar pukul 17.00 WIB sore, ia diculik oleh sekelompok pasukan yang sudah terpengaruh oleh G30S/PKI. Mereka mendatangi rumah dinasnya di Kotabaru, Yogyakarta, dengan bersenjata lengkap.

Saat penculikan, Katamso sedang berbincang dengan Mayor Sutomo dan Kapten Rahmat. Di bawah todongan senjata, ia terpaksa mengikuti kelompok tersebut dan dibawa ke Markas Yon "L" di Kentungan.

Di sana, pada dini hari tanggal 2 Oktober 1965, Kolonel Katamso dieksekusi secara brutal. Sertu Alip Toyo, yang memimpin eksekusi, memukul kepala pompinan Korem 072 ini dengan kunci mortir.

Meskipun terluka parah, Katamso masih sempat mengucapkan kata-kata terakhirnya, "Dik Wisnu, aku masih cinta Presiden Sukarno." Sosok yang dimaksud adalah Mayor Wisnuraji, yang ketika itu telah dipengaruhi oleh G30S/PKI.

Setelah dipastikan wafat, kelompok tersebut menguburkan jenazah Kolonel Katamso bersama Letkol Sugiyono, yang telah lebih dahulu dibunuh. Jasad keduanya dimasukkan ke dalam lubang yang telah disiapkan, yakni di kompleks asrama prajurit Markas Yon "L".

Jenazah Katamso baru ditemukan dua pekan kemudian, tepatnya pada 21 Oktober 1965. Setelah dievakuasi, jasad kedua korban G30S/PKI ini dibawa ke Kes Rem 072 di Ngupasan, Yogyakarta. Untuk selanjutnya, pemakaman mereka digelar denngan penghormatan militer di Taman Makam Pahlawan Semaki.

Atas jasa dan pengorbanannya, Kolonel Katamso dianugerahi kenaikan pangkat anumerta menjadi brigadir jenderal. Kisah hidup dan pengabdiannya tetap dikenang sebagai bagian dari perjuangan bangsa Indonesia melawan ancaman perpecahan dan kekuasaan yang otoriter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement