Selasa 03 Sep 2024 16:43 WIB

Menkes Vs Undip: Berikut Perang Narasi Dugaan Penyebab Kematian Dokter Aulia Risma Lestari

Polda Jateng tengah melakukan penyelidikan kasus kematian dokter Aulia Risma Lestari.

Suasana Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (15/8/2024).
Foto: Republika/Kamran Dikarma
Suasana Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (15/8/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kamran Dikrama, Antara

Polda Jawa Tengah (Jateng) saat ini masih melakukan penyelidikan kasus kematian dokter Aulia Risma Lestari, peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Muncul dugaan, Aulia meninggal bunuh diri usai mengalami perundungan saat menjadi residen di RS Kariadi.

Baca Juga

Diberitakan sebelumnya, jasad Aulia Risma ditemukan di tempat indekosnya di Jalan Lempongsari, Kota Semarang, Jateng, pada Senin (12/8/2024). Aulia diduga menyuntikkan cairan anastesi ke dalam tubuhnya sendiri sebelum meninggal dunia. 

Pada pekan lalu, pihak Polda Jateng menggelar rapat koordinasi dengan perwakilan dari Kementerian Kesehatan (Kesehatan). Tim investigasi dari Kemenkes pun sudah menyerahkan berbagai bukti-bukti terkait kematian Aulia Risma ke penyidik.

 

Di tengah publik menunggu hasil penyelidikan dari Polda Jateng, terjadi 'perang narasi' antara Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan pihak Undip. Dalam pernyataan-pernyataannya, Budi menyiratkan bahwa dirinya meyakini Aulia Risma meninggal bunuh diri akibat mengalami perundungan. Adapun, Undip membantah praktik perundungan di PPDS, namun berkomitmen untuk tetap kooperatif terhadap proses penyelidikan di kepolisian.

Dalam pernyataan terbarunya di sela peresmian Gedung Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof Ngoerah Denpasar, Bali, Senin (2/9/2024), Budi menilai perundungan yang menimpa Aulia Risma Lestari sudah keterlaluan. Karena diduga melecehkan banyak aspek baik psikologis, seksual, bahkan terjadi pemerasan hingga mengakibatkan Aulia bunuh diri.

"Perundungan ini kan sudah keterlaluan, dirundung secara fisik dan mental, sexual harrasment (pelecehan seksual), diminta uang juga," ucap Budi.

Budi menyatakan perundungan yang dialami oleh Aulia Risma Lestari karena kurangnya komitmen dari para pemangku kepentingan dalam menyelesaikan persoalan. Menurutnya, praktik perundungan di internal kampus sudah terjadi puluhan tahun dan tidak pernah dievaluasi dan dibenahi.

"Perundungan ini sudah puluhan tahun tidak pernah bisa diselesaikan secara tuntas, karena memang kurang komitmen dari para stakeholder. Saya sendiri sejak menjabat ini kali ketiga, saya meminta agar ini dihilangkan," kata Budi.

Budi pun terus mendorong proses hukum kasus dugaan perundungan dan pemerasan di Undip Semarang yang berujung pada bunuh diri Aulia Risma. Budi menginginkan ada efek jera dari proses hukum kasus ini.

"Karena itu sudah masuk, saya mau kasi ke polisi saja. Biar langsung dipidanakan saja supaya semuanya jelas, orang-orangnya juga tahu dan ada efek jeranya," kata Budi.

Dia mengatakan proses hukum terhadap pelaku yang diduga menjadi biang kerok dari peristiwa perundungan di lingkungan kampus Universitas Diponegoro Semarang hingga tragedi bunuh diri calon dokter spesialis itu bertujuan agar memberikan kepastian hukum kepada korban. Selain itu, proses hukum dilakukan agar semua pihak tidak menganggap perundungan merupakan hal yang wajar untuk mendidik calon dokter yang tangguh.

Ia mencontohkan pendidikan TNI-Polri juga pilot ditempa dengan latihan yang keras untuk tangguh bukan dengan cara perundungan seperti itu. Karena itu, kata dia, anggapan sesat seperti itu dihilangkan agar tidak menjadi kebiasaan di dalam dunia pendidikan.

"Tidak benar bahwa perundungan itu dipakai alasan untuk menciptakan tenaga-tenaga yang tangguh," kata Budi.

 

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah SWT. Segera ajak bicara kerabat, teman-teman, ustaz/ustazah, pendeta, atau pemuka agama lainnya untuk menenangkan diri jika Anda memiliki gagasan bunuh diri. Konsultasi kesehatan jiwa bisa diakses di hotline 119 extension 8 yang disediakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes juga bisa dihubungi pada 021-500-454. BPJS Kesehatan juga membiayai penuh konsultasi dan perawatan kejiwaan di faskes penyedia layanan
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement