Kamis 02 Oct 2025 19:33 WIB

Kecewanya Keluarga Almarhumah Aulia Risma Atas Vonis Ringan Tiga Terdakwa

Vonis terhadap tidak terdakwa lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa.

Rep: Kamran Dikrama/ Red: Andri Saubani
Tiga terdakwa kasus kematian Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesia Undip, menjalani persidangan dengan agenda penuntutan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (10/9/2025).
Foto: Kamran Dikarma/ Republika
Tiga terdakwa kasus kematian Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesia Undip, menjalani persidangan dengan agenda penuntutan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (10/9/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang telah menjatuhkan vonis kepada tiga terdakwa kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesiologi Universitas Diponegoro. Vonis kepada ketiganya lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa.

"Tentunya kami dari pihak keluarga, rasa kecewa ada, rasa tidak puas juga ada. Walaupun begitu, kita tetap menghormati hasil putusannya," kata kuasa hukum keluarga almarhumah Aulia Risma Lestari, Yulisman Alim, saat diwawancara seusai persidangan, Rabu (1/10/2025).

Baca Juga

Menurutnya, fakta-fakta persidangan telah mengonfirmasi dan membuktikan tuduhan yang dilayangkan kepada ketiga terdakwa. Dia menyinggung putusan majelis hakim bahwa tidak ada alasan pembenar dari tindakan ketiga terdakwa. "Tapi tentunya (vonis) ini rendah. Dari tuntutan dan vonisnya, ini terlampau rendah," ujar Yulisman.

Dia mengungkapkan akan mendiskusikan vonis majelis hakim dengan keluarga almarhumah Aulia Risma Lestari. Sebab saat ini ibunda dari Aulia Risma tengah melaksanakan ibadah umrah. Selain itu, baik jaksa penuntut umum (JPU) maupun kuasa hukum terdakwa masih menyatakan akan menimbang-nimbang putusan majelis hakim.

"Kami sebagai kuasa hukum akan memberi masukan-masukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada, kepada keluarga korban, khususnya ibu korban," kata Yulisman.

Tiga terdakwa dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap almarhumah Aulia Risma Lestari adalah Taufik Eko Nugroho, Sri Maryani, dan Zara Yupita Azra. Taufik merupakan mantan Ketua Prodi PPDS Anestesiologi Undip. Sementara Sri merupakan staf admin Prodi Anestesiologi Undip. Sedangkan Zara adalah mahasiswi sekaligus senior Aulia Risma.

 

photo
Zara Yupita Azra, senior sekaligus terdakwa dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesia Undip, diperiksa dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (6/8/2025). - (Kamran Dikarma/Republika)

Kepada Taufik Eko Nugroho, majelis hakim PN Semarang menjatuhkan vonis dua tahun penjara. Vonis tersebut lebih rendah satu tahun dibandingkan tuntutan jaksa. Majelis hakim menyatakan, Taufik telah terbukti melanggar Pasal 368 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Mengadili: satu, menyatakan dokter Taufik Eko Nugroho telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemerasan secara bersama-sama dan berlanjut; dua, menjatukan pidana penjara oleh karena itu kepada terdakwa selama dua tahun," kata Hakim Ketua Muhammad Djohan Arifin saat membacakan amar putusan.

Dalam putusannya, salah satu peran Taufik yang disorot majelis hakim adalah perihal penarikan biaya operasional pendidikan (BOP) sebesar Rp80 juta dari para mahasiswa PPDS Anestesiologi Undip. Dalam persidangan, Taufik sempat menjelaskan bahw BOP digunakan untuk membiayai ujian, seperti computer based test (CBT), objective structured clinical examination (OSCE), dan ujian komprehensif.

Namun, terungkap pula dalam persidangan bahwa tak ada aturan resmi soal penarikan BOP. Sebab berdasarkan keputusan Rektor Undip, kewajiban pembayaran setiap mahasiswa PPDS Anestesiologi Undip hanya SPP sebesar Rp15.500.000 per semester dan sumbangan pengembangan institusi (SPI) sebesar Rp25 juta yang dibayarkan hanya satu kali.

Karena tak ada aturan resmi yang mengatur soal BOP, majelis hakim menyatakan bahwa Taufik Eko Nugroho tidak memiliki hak untuk melakukan penghimpunan dana dari para mahasiswa. "Maka perbuatan terdakwa memerintahkan penghimpunan uang untuk pembayaran ujian tertulis, ujian nasional, ujian komprehensif, dan ujian akhir, adalah perbuatan yang tidak berdasarkan pada hukum atau perbuatan melawan hukum," kata Hakim Rightmen Situmorang.

 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika DIY Jateng & Jatim (@republikajogja)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement