Rabu 10 Sep 2025 14:22 WIB

Senior Almarhumah Aulia Risma di PPDS Undip Dituntut 1,5 Tahun Penjara

Jaksa menyatakan terdakwa memeras residen junior hingga Rp1,9 miliar.

Zara Yupita Azra, senior sekaligus terdakwa dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesia Undip, diperiksa dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (6/8/2025).
Foto: Kamran Dikarma/Republika
Zara Yupita Azra, senior sekaligus terdakwa dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesia Undip, diperiksa dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (6/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro Semarang Zara Yupita Azra dituntut hukuman 1 tahun dan 6 bulan penjara atas tindak pemerasan terhadap dokter residen junior di lembaga pendidikan itu. Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Efrita pada sidang di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (10/9/2025), menyatakan total nilai pemerasan yang dilakukan terdakwa terhadap residen PPDS Undip angkatan 77 mencapai Rp1,9 miliar.

"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 368 KUHP ayat 1 tentang kejahatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang," kata Efrita.

Baca Juga

Iuran yang dibayar oleh sekitar 11 residen angkatan 77 tersebut, antara lain untuk biaya makan prolong sebesar Rp235 juta, biaya membeli kudapan Rp197 juta, kegiatan pisah sambut Rp91 juta, joki tugas Rp86 juta, hingga kebutuhan pendukung lainnya sebesar Rp46 juta.

"Masih terdapat Rp1,2 miliar dari total iuran residen angkatan 77 sebesar Rp1,9 miliar yang belum teridentifikasi," katanya.

Jaksa menyebut sistem pembayaran oleh residen angkatan 77 tersebut tidak hanya dinikmati angkatan tersebut, tetapi seluruh residen PPDS, termasuk senior di semester 8. Perbuatan terdakwa yang dilakukan pada kurun waktu 2022 hingga 2023 itu dilakukan dengan menggunakan kekerasan dan ancaman yang menimbulkan dampak psikologis, sehingga menciptakan sistem di angkatan 77 yang tidak mempunyai alasan lain selain mematuhinya.

Dalam pertimbangannya, jaksa menyatakan perbuatan terdakwa dilakukan secara terstruktur dan masif.

"Terdakwa sebagai residen di lingkungan pendidikan seharusnya tidak membiarkan budaya manipulasi kuasa absolut yang lebih dalam di lingkungan pendidikan," katanya.

Selain itu, perbuatan terdakwa juga menimbulkan rasa takut, keterpaksaan, serta tekanan psikologis di lingkungan pendidikan. Atas tuntutan tersebut, Hakim Ketua Muhammad Djohan Arifin memberi kesempatan terdakwa untuk menyampaikan pembelaan pada sidang berikutnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement