REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Keluarga almarhumah Aulia Risma Lestari kecewa dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kepada tiga terdakwa kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap mahasiswi PPDS Anestesia Universitas Diponegoro (Undip) Angkatan 77 tersebut. Mereka menilai, tuntutan terhadap ketiga terdakwa terlalu rendah.
"Saya mewakili pihak keluarga, atas tuntutan yang barusan dibacakan, kami merasa kurang puas. Menurut kami itu terlalu rendah, di bawah lima tahun. Seharusnya minimal lima tahun tuntutannya," ungkap kuasa hukum keluarga Aulia Risma Lestari, Yulisman Alim, ketika diwawancara di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (10/9/2025).
Yulisman mengatakan, ancaman pidana dari pasal yang dikenakan jaksa penuntut umum (JPU) kepada tiga terdakwa lebih dari lima tahun. "Jadi semestinya tuntutannya minimal lima tahun," ujarnya.
Dia mengungkapkan, pihaknya akan memantau kelanjutan persidangan. "Kami berharap, kami memohon, majelis nantinya bisa memutuskan yang seadil-adilnya. Kami berharap keputusannya sesuai yang kita harapkan," kata Yulisman.
PN Semarang telah menggelar sidang dengan agenda penuntutan dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap almarhumah Aulia Risma Lestari. Terdapat tiga terdakwa dalam kasus tersebut, yakni: mantan kaprodi PPDS Anestesia Undip Taufik Eko Nugroho; staf PPDS Anestesia Undip Sri Maryani, dan mahasiswa PPDS Anestesia Undip Angkatan 76 Zara Yupita Azra.
Dalam tuntutannya, JPU menjerat Taufik Eko dengan Pasal 368 ayat (2) KUHP. JPU menilai, Taufik berperan dalam menarik Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sebesar Rp 80 juta dari setiap mahasiswa PPDS Anestesia Undip. JPU menyatakan, BOP adalah biaya tak resmi alias ilegal. Sebab hal itu diatur oleh fakultas maupun universitas.
Taufik pun dinilai melakukan pembiaran atas praktik senioritas yang berlangsung di PPDS Anestesia Undip. "Terdakwa selaku dosen seharusnya tidak membiarkan budaya atmosfer relasi kuasa absolut, terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan. Perbuatan terdakwa menimbulkan rasa takut, keterpaksaan, dan tekanan psikologis di lingkungan pendidikan," ujar JPU.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun, dikurangi masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani," tambah JPU.
Sementara itu Sri Maryani dituntut lebih ringan, yakni pidana penjara selama 1,5 tahun. Sama seperti Taufik, Sri dikenakan Pasal 368 ayat (2) KUHP karena berperan dalam menghimpun, menyimpan, dan mengelola BOP.
Sedangkan Zara Yupita Azra dikenakan Pasal 368 ayat (1) KUHP. Hal itu turut berkaitan dengan praktik senioritas dan perundungan yang melibatkannya. Salah satu bentuknya adalah membebankan berbagai biaya pemenuhan kebutuhan para mahasiswa senior kepada junior. Di antara kebutuhan tersebut adalah biaya makan, membayar biaya joki tugas, menyewa mobil, hingga rekreasi olahraga.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selana satu tahun enam bulan, dikurangi dengan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani," kata JPU.
Aulia Risma Lestari ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.