Rabu 10 Sep 2025 22:39 WIB

Tuntutan Jaksa ke Pelaku Bully PPDS Undip Dinilai Terlalu Ringan dan tak Beri Efek Jera

Keluarga korban merasa sejumlah fakta penting tidak muncul di hadapan majelis hakim.

Rep: Kamran Dikarma / Red: Israr Itah
Zara Yupita Azra, senior sekaligus terdakwa dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesia Undip, diperiksa dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (6/8/2025).
Foto: Kamran Dikarma/Republika
Zara Yupita Azra, senior sekaligus terdakwa dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesia Undip, diperiksa dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (6/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Keluarga almarhumah Aulia Risma Lestari mengaku kecewa terhadap tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kepada tiga terdakwa dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesia Universitas Diponegoro (Undip). Mereka menilai tuntutan yang terlalu ringan tidak akan memberi efek jera bagi para pelaku.

Selama proses persidangan, keluarga korban merasa sejumlah fakta penting tidak muncul di hadapan majelis hakim. Salah satunya adalah dugaan keterlibatan pihak lain yang hingga kini tidak tersentuh hukum. Situasi tersebut membuat mereka semakin menyayangkan jalannya proses persidangan.

Baca Juga

Menurut kuasa hukum keluarga, pola relasi kuasa di lingkungan PPDS Anestesi Undip sangat kental. Senior dianggap memiliki pengaruh besar dalam mendorong praktik pemerasan maupun perundungan. Oleh karena itu, keluarga korban sulit mempercayai bahwa ketiga terdakwa bertindak tanpa ada dukungan atau peran senior lainnya.

“Pasti tidak jadi efek jera ini kalau tuntutannya terlalu ringan,” ujar kuasa hukum keluarga Aulia Risma Lestari, Yulisman Alim, ketika ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (10/9/2025).

Ia menambahkan, seharusnya minimal lima tahun penjara dijatuhkan kepada para terdakwa karena pasal yang dikenakan ancamannya lebih dari itu.

Meski kecewa, pihak keluarga memastikan akan terus mengikuti persidangan hingga vonis dibacakan. Mereka berharap majelis hakim dapat memberikan keputusan yang benar-benar adil dan mencerminkan rasa keadilan bagi korban maupun keluarganya.

PN Semarang sendiri telah menggelar sidang dengan agenda penuntutan pada Rabu. Ada tiga terdakwa dalam perkara ini, yaitu mantan Kaprodi PPDS Anestesia Undip Taufik Eko Nugroho, staf PPDS Anestesi Undip Sri Maryani, serta mahasiswa PPDS Anestesia Undip angkatan 76, Zara Yupita Azra, yang merupakan senior almarhumah Aulia.

Dalam surat tuntutan, JPU menjerat Taufik Eko dengan Pasal 368 ayat (2) KUHP. Ia dinilai menarik Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sebesar Rp80 juta dari setiap mahasiswa PPDS Anestesi Undip. Jaksa menyebut BOP tersebut ilegal karena tidak diatur oleh fakultas maupun universitas. Selain itu, Taufik dianggap membiarkan praktik senioritas yang berlangsung di program studi tersebut.

“Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun, dikurangi masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani,” ucap JPU dalam tuntutannya.

Sementara itu, Sri Maryani dituntut 1,5 tahun penjara dengan pasal yang sama. Ia disebut berperan dalam menghimpun, menyimpan, dan mengelola dana BOP. Sedangkan Zara Yupita Azra dikenakan Pasal 368 ayat (1) KUHP karena turut terlibat dalam praktik perundungan. Zara diduga membebankan berbagai biaya kepada junior, mulai dari makanan, joki tugas, hingga menyewa mobil untuk keperluan rekreasi.

Atas perbuatannya, jaksa menuntut Zara dengan pidana penjara 1,5 tahun, dipotong masa tahanan yang telah dijalani. “Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan,” bunyi tuntutan JPU.

Kasus ini berawal dari ditemukannya Aulia Risma Lestari meninggal dunia di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024. Dokter berusia 30 tahun itu diduga mengakhiri hidupnya akibat tekanan dan perundungan yang dilakukan para senior di lingkungannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement