Namun, kata dia, pada siang hari kemarin, bahkan sebelum hasil investgasi keluar, Yan Wisnu sudah terlebih dulu diberhentikan praktiknya dari RS Karyadi. Yang melakukan pemberhentian itu adalah direktur Rumah Sakit. "Kita mendengar Pak Dirut (direktur utama) mendapat tekanan luar biasa dari Kementerian Kesehatan sehingga mengeluarkan keputusan itu. Di sini, Wijayanto pun segera teringat kasus yang menimpa Dekan Fakultas Kedokteran Unair yang diberhentikan oleh menteri karena berani kritis pada kebijakan pemerintah," kata dia.
Wijayanto mengatakan, hukuman dan penghakiman kepada PPDS dan Undip mungkin masih akan terus berlanjut. "Pak Rektor Undip menyebutnya "siting duck" alias bebek yang lumpuh yang tidak berdaya melawan berbagai bahaya yang mengancam," ucap Wijayanto.
"Ya, semunya tertuju pada Undip dan hanya Undip. Bahkan meskipun pada kenyataannya, seperti jelas dalam berbagai dialog, jam kerja yang overload itu adalah kebijakan rumah sakit dan ini adalah ranah kebijakan Kementerian Kesehatan," jelas dia.
Dia menambahkan, seorang residen, julukan untuk mahasiswa PPDS yang praktik di RS, mesti kerja lebih dari 80 jam seminggu. Tidur hanya dua sampai tiga jam setiap hari. Kadang mesti bekerja hingga 24 jam alias sama sekali tidak tidur. Di sinilah mengapa Rektor mengungkapkan bahwa penyedikian itu sayapnya patah karena hanya sebelah.
Menurut Wijayanto, peristiwa ini ibarat puncak gunung es. Undip mendorong agar investigasi dilakukan secara tuntas agar terungkap akar struktural dan sistemik dari keadaan ini sebagai modal pembenahan ke depan. Agar Undip tidak terus-terusan menjadi siting duck yang dihujani hukuman tanpa bukti, dan tanpa pengadilan.
"Kemarin Unair yang mengalaminya. Hari ini Undip. Esok entah siapa lagi," kata Wijayanto.