REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Uni Eropa mengecam resolusi parlemen Israel atau Knesset yang menentang pembentukan negara Palestina. Menurut Uni Eropa, solusi dua negara tetap menjadi satu-satunya jalan menuju perdamaian dan keamanan di Timur Tengah.
“Ada konsensus kuat di komunitas internasional bahwa satu-satunya solusi berkelanjutan yang akan membawa perdamaian dan keamanan di Timur Tengah adalah solusi dua negara,” kata blok tersebut dalam pernyataan tertulis.
Pernyataan tersebut menuturkan bahwa Uni Eropa menegaskan kembali komitmennya untuk mencapai perdamaian abadi melalui solusi dua negara sebagaimana diuraikan dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB 2735, 2728, 2720, dan 2712 yang memastikan warga Palestina dan Israel dapat hidup aman dan bermartabat.
Blok tersebut mempertahankan pendiriannya dengan tidak mengakui perubahan pada perbatasan tahun 1967 kecuali disepakati oleh kedua belah pihak. “Kami akan terus bekerja secara aktif dengan mitra internasional dan regional untuk menghidupkan kembali proses politik untuk mencapai tujuan ini,” tegasnya.
Jalur yang kredibel menuju negara Palestina, lanjutnya, merupakan komponen penting proses politik tersebut.“Tidak ada harapan, tidak adanya cakrawala bagi rakyat Palestina hanya akan memperdalam konflik,” tambah pernyataan tersebut.
Israel mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera dan menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober.
Sebanyak lebih dari 38.800 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak, serta lebih dari 89.400 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari sembilan bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza menjadi reruntuhan di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang keputusan terbarunya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militer di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum negara itu diinvasi pada 6 Mei.