Selasa 28 May 2024 15:00 WIB

Fraksi PKB Desak RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Disahkan Sebelum Oktober

Pembahasan RUU KIA telah sampai pada pengambilan keputusan tingkat II.

Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKB KH Maman Imanul Haq mendesak RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak untuk segera disahkan.
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKB KH Maman Imanul Haq mendesak RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak untuk segera disahkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masa jabatan anggota DPR periode 2019-2024 tinggal lima bulan lagi. Fraksi PKB mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) sebagai langkah nyata mewujudkan asa Indonesia mewujudkan mimpi Indonesia Emas 2045. 

“Sebagai inisiator, Fraksi PKB berharap agar pengesahan RUU KIA dilakukan sebelum masa jabatan wakil rakyat 2019-2024 berakhir bulan Oktober mendatang. Langkah ini penting sebagai aksi nyata melindungi generasi bangsa emas Indonesia sejak dari dalam kandungan,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKB KH Maman Imanul Haq dalam keterangannya, Selasa (28/5/2024). 

Baca Juga

Kiai Maman mengatakan, pembahasan RUU KIA telah sampai pada pengambilan keputusan tingkat II di mana rancangan undang-undang ini tinggal selangkah lagi disahkan menjadi undang-undang. Menurutnya, dengan sisa waktu yang ada, DPR dan pemerintah masih mempunyai kesempatan cukup mengesahkan RUU KIA. 

“Kami optimistis jika RUU KIA bisa dituntaskan dan disahkan sebelum masa jabatan anggota DPR periode 2019-2024 berakhir. Kami yakin baik pemerintah maupun anggota legislatif mempunyai komitmen kuat untuk melindungi generasi bangsa sejak dari kandungan melalui UU KIA,” katanya.

Fraksi PKB, kata Kiai Maman, memandang UU Kesejahteraan Ibu dan Anak sangat strategis dalam mendukung cita-cita terwujudnya Indonesia Emas 2025. Apalagi saat ini Indonesia masih menghadapi kondisi darurat stunting di mana angka stunting di Tanah Air melebihi pravelensi stunting dunia.

“Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan pravelensi stunting di Indonesia akhir tahun 2023 masih di angka 21,5 persen, padahal WHO memberikan toleransi pravelensi stunting suatu negara tidak boleh melebihi angka 20 persen,” ujarnya. 

Kiai Maman menegaskan, target RPJMN untuk menurunkan angka pravelensi stunting di angka 14 persen pada tahun ini dipastikan akan sulit terealisasi. Berdasarkan hasil studi status gizi Indonesia Kemenkes rata-rata penurunan pravelensi stunting di Tanah Air hanya mencapai 1,6 persen per tahun dengan kondisi penurunan tidak stabil. 

“Target pravelensi stunting di angka 14 persen tahun 2024 hampir pasti tidak akan tercapai. Kami memandang perlu ada terobosan kebijakan untuk memperkuat gerakan penurunan stunting yang salah satunya bisa melalui pengesahan RUU KIA,” katanya. 

Pengasuh Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Jawa Barat ini mengungkapkan, dalam RUU KIA ada sejumlah poin penting yang memastikan kesejahteraan anak akan terpantau sejak dalam kandungan. Salah satunya dengan kepastian cuti bagi ibu melahirkan hingga selama enam bulan. Pun juga dengan adanya fasilitas cuti bagi ayah hingga 40 hari. 

“Fasilitas cuti bagi ibu dan ayah ini dengan jaminan perlindungan gaji dari negara akan memaksimalkan tumbuh kembang anak di antaranya mendapatkan ASI esklusif, jaminan gizi, hingga sokongan psikologis di usia emas mereka,” katanya. 

Selain itu, kata Kiai Maman, RUU KIA juga mengatur pula hak ibu-anak untuk mendapatkan dukungan fasilitas, sarana, dan prasarana di tempat kerja, public space, maupun di transportasi umum. RUU KIA juga memastikan setiap anak Indonesia mempunyai hak untuk tumbuh kembang, perlindungan dari perundungan, penelantaran, hingga perlindungan kekerasan seksual.

“Dengan banyaknya kasus perundungan, kekerasan seksual yang menimpa ibu dan anak di Indonesia semakin menguatkan alasan agar RUU KIA bisa segera disahkan untuk menjadi benteng perlindungan ibu dan anak di Tanah Air,” ujar Kiai Maman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement