Rabu 22 May 2024 05:03 WIB

Jawaban Kemendikbudristek Atas Pertanyaan, 'Ke Mana Larinya Anggaran Pendidikan Rp 665 T?'

Anggaran Rp 665 T untuk pendidikan dari APBN jadi pertanyaan di tengah polemik UKT.

Aksi unjuk rasa dari Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di depan kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Yogyakarta, Kamis (19/1/2023). Pada aksi ini mereka menuntut perbaikan sistem uang kuliah tunggal (UKT) di UNY. Aksi solidaritas mahasiswa ini digelar buntut dari meninggalnya mahasiswa UNY, Nur Riska yang berjuang meminta keringanan UKT hingga akhir hayat.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Aksi unjuk rasa dari Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di depan kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Yogyakarta, Kamis (19/1/2023). Pada aksi ini mereka menuntut perbaikan sistem uang kuliah tunggal (UKT) di UNY. Aksi solidaritas mahasiswa ini digelar buntut dari meninggalnya mahasiswa UNY, Nur Riska yang berjuang meminta keringanan UKT hingga akhir hayat.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti

Polemik uang kuliah tunggal (UKT) yang meroket dan membebani sebagian besar mahasiswa serta para wali mahasiswa memunculkan pertanyaan mengenai bagaimana pengelolaan 20 persen besaran anggaran pendidikan di Indonesia. Kemendikbudristek mengungkap, hanya mengelola 15 persen dari total anggaran pendidikan berjumlah Rp 665 triliun.

Baca Juga

“Dari Rp 665 triliun (anggaran pendidikan pada APBN 2024), yang diberikan kepada Kemendikbudristek hanya 15 persen, yakni Rp 98,99 triliun,” kata Staf Ahli Mendikbudristek Muhammad Adlin Sila dalam diskusi bertajuk ‘Fenomena Kenaikan UKT dan Masa Depan Pendidikan Indonesia’ yang diadakan di Kantor ICMI, Jakarta Selatan, Selasa (21/5/2024).

Adlan lalu mengungkapkan sebagian sebaran anggaran dari Rp 665 triliun tersebut. Kementerian Agama (Kemenag), kementerian yang mendapatkan diskresi untuk pendidikan agama mendapatkan alokasi anggaran pendidikan sekitar Rp 52,68 triliun.

Kemudian, dia menyebut, sebanyak Rp 95,16 triliun atau sekitar 14 persen dialokasikan ke kementerian-kementerian lainnya yang mengadakan kegiatan pendidikan atau sekolah kedinasan. Misalnya, Kementerian Keuangan dengan STAN, Kementerian Dalam Negeri dengan IPDN, dan Kementerian Perhubungan dengan STIP-nya.

“Porsi terbesar dari 20 persen (anggaran pendidikan) ditransfer langsung ke daerah, jumlahnya 52 persen, yakni Rp346,56 triliun. Jadi Kementerian Keuangan langsung mentransfer ke daerah melalui DAU (dana alokasi umum) dan DAK (dana alokasi khusus), baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, ini berkah dari otonomi daerah,” jelasnya.

Diketahui, SD dan SMP sederajat merupakan di bawah kendali Pemerintah Kabupaten/ Kota, sedangkan SMA sederajat di bawah kendali Pemerintah Provinsi. Ratusan triliun tersebut dikelola oleh masing-masing pemda. Sedangkan madrasah di bawah wewenang Kemenag. Kemendikbudristek sendiri bertanggung jawab terhadap pengelolaan anggaran untuk perguruan tinggi.

“Bisa dibayangkan betapa tersebarnya anggaran pendidikan ini. Jadi kalau nanti ada apa-apa misalnya terkait persoalan penyalahgunaan anggaran pendidikan, sebenarnya kesalahan itu bisa dibagi-bagi bukan hanya Kemendikbudristek,” tuturnya.

Lantas, Adlan melanjutkan, kaitan dengan UKT yang kini menjadi polemik yang belum usai, dia mengaku sebenarnya pihaknya tidak ingin anggaran yang hanya 15 persen dijadikan sebagai alasan. Namun, kenyataannya anggaran Kemendikbudristek memang minim, menurutnya.

“Kami tidak ingin mengatakan meng-excuse karena anggaran hanya sekian, maka kemudian kami memberikan keleluasaan bagi setiap PTN menaikkan UKT karena anggaran yang kita berikan sangat minim, itu juga bisa dikatakan benar tapi juga tidak speenuhnya benar karena kami ingin supaya penyelenggaran pendidikan tetap tetap berlangsung tanpa mengorbankan kualitas pendidikan,” terangnya.

photo
Kampus PTN BH dan mahalnya biaya kuliah. - (Republika)

Dia menekankan bahwa Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri yang dijadikan ‘kambing hitam’ dalam perkara biaya UKT yang tinggi, sebenarnya memberikan otonomi kepada Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum atau PTN BH untuk mencari sumber pendanaan lain. Hal itu dilakukan atas refleksi diantaranya kondisi anggaran yang dimiliki Kemendikbudristek. Eva Rianti

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement