REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim hadir dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR yang membahas implementasi uang kuliah tunggal (UKT) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Ia menjelaskan secara khusus prinsip UKT yang diatur dalam Peraturan Kemendikbudristek (Permendikbud) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SBOPT) pada PTN di lingkungan Kemendikbudristek.
Jelasnya, prinsip dasar UKT harus selalu mengedepankan asas keadilan, inklusivitas, dan berjenjang. Di mana artinya, mahasiswa dari keluarga yang mampu akan ditempatkan sesuai dengan kelompok UKT-nya.
"Apa artinya berjenjang? artinya bagi mahasiswa yang punya keluarga lebih mampu, mereka membayar lebih banyak, dan mahasiswa tidak mampu dia membayar lebih sedikit," ujar Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X, Selasa (21/5/2024).
"Ini memang asas yang sudah selama ini dilaksanakan untuk UKT di perguruan tinggi kita, karena asas keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia itu harus dijunjung tinggi, harus dibela," sambungnya.
Di samping itu, ia menjelaskan mispersepsi yang terjadi di masyarakat dan media sosial terkait UKT. Nadiem menegaskan bahwa kenaikan UKT hanya terjadi kepada mahasiswa baru, bukan kepada mahasiswa yang sudah menjalani pendidikannya di PTN.
Ia juga menegaskan, kenaikan UKT juga harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan Kemendikbudristek. Sebab, pihaknya akan melakukan pengecekan, evaluasi, dan asesmen terkait rencana kenaikan UKT dari sebuah PTN.
"Jadi kami mendengar banyak desas-desus ada lompatan-lompatan yang cukup fantastis ya tadi dari Komisi X terima kasih sudah memberikan. Dan saya berkomit beserta Kemendikbud untuk memastikan, karena tentunya harus ada rekomendasi dari kami untuk memastikan bahwa lompatan yang tidak masuk akal atau tidak rasional itu akan kami berhentikan," ujar Nadiem.