Jumat 17 May 2024 15:40 WIB

Komisi I Klaim Draf Revisi UU Penyiaran yang Beredar Belum Sempurna dan Multitafsir

Komisi I membuka luas masukan dari berbagai pihak terkait revisi UU Penyiaran.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid.
Foto: Dok DPR
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menegaskan bahwa tak ada niatan untuk mengecilkan peran pers dengan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Ia mengeklaim hubungannya dengan Dewan Pers sebagai mitra kerja juga berlangsung baik dalam hal keberlangsungan media.

"RUU Penyiaran saat ini belum ada, yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draf tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multitafsir," ujar Meutya lewat keterangannya, Jumat (17/5/2024).

Baca Juga

Tahapan penyusunan draf revisi UU Penyiaran disebutnya masih berlangsung di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Komisi I sendiri membuka ruang seluas-luasnya untuk berbagai masukan dari kelompok masyarakat terkait draf revisi undang-undang tersebut.

Di samping itu, Komisi I telah menggelar rapat internal untuk menyepakati pembentukan panitia kerja (Panja) revisi UU Penyiaran. Pihaknya pun dipastikan akan mempelajari masukan dari berbagai kelompok masyarakat.

"Komisi I DPR telah dan akan terus membuka ruang luas bagi berbagai masukan, mendukung diskusi, dan diskursus untuk RUU Penyiaran sebagai bahan masukan pembahasan RUU Penyiaran," ujar Meutya.

Dalam draf revisi UU Penyiaran, berisi 14 Bab dengan jumlah total 149 pasal. Salah satu yang menjadi sorotan adalah Pasal 56 Ayat 2c, yang mengatur pelarangan media untuk menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement