Hendry Lie dan Fandy Lingga
Harvey dan Helena, tersangka dari kalangan sosialita, dan publik figur. Sementara Hendry Lie, dan Fandy Lingga (FL) adalah tersangka kakak beradik, yang boleh dibilang dari kalangan pengusaha swasta kelas atas. Hendry Lie dan Fandy Lingga, ditetapkan tersangka pada Jumat (26/4/2024).
Tetapi, penyidik tak melakukan penahanan lantaran dikatakan sakit. Sedangkan Fandy Lingga dijebloskan ke sel tahanan. Keduanya adalah bagian dari keluarga pendiri maskapai penerbangan Sriwijaya Air.
Sakitnya Hendry Lie sampai hari ini tak diketahui, pun juga keberadaannya. Karena sejak diumumkan tersangka, Hendry Lie, belum pernah diperiksa kembali di Kejakgung. Pemeriksaan terakhir terhadap kakak kandung bos Sriwijaya Air Chandra Lie itu, dilakukan pada 29 Februari 2024 lalu.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi pernah mengatakan, penetapan tersangka Hendry Lie dan Fandy Lingga tak ada kaitannya dengan perusahaan Sriwijaya Air. “Bahwa keduanya, kami tetapkan sebagai tersangka hanya terkait dengan perkara (timah) yang sedang kami tangani saat ini,” begitu kata Kuntadi
Karena dikatakan Kuntadi, kedua abang-beradik itu dijerat tersangka masing-masing atas perannya selaku beneficiary owner atau pemilik manfaat dan selaku manager marketing dari PT TIN. Peran Hendry Lie, dan Fandy Lingga, kata Kuntadi adalah melakukan pengkondisian dengan sejumlah penyelenggara negara, dan direksi di PT Timah Tbk untuk melegalkan aktivitas penambangan, penampungan, dan peleburan timah tersebut. Caranya, kata Kuntadi, dengan melakukan kerjasama dengan PT Timah Tbk yang menurut penyidik manipulatif.
“Yaitu dengan turut serta dalam pengkondisian pembuatan kerjasama seolah-olah terjadi sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah sebagai bungkus atas aktivitas dan kegiatan pengambilan timah dari IUP PT Timah Tbk,” begitu kata Kuntadi, Jumat (26/4/2024).
Kuntadi mengatakan, untuk melegalkan aktivitas penambangan yang melanggar hukum tersebut, Hendry Lie, dan Fandy Lingga, bersama-sama dengan sejumlah direksi dari PT Timah Tbk juga membentuk perusahaan-perusahaan boneka. Yaitu CV SMS, dan CV BPR.
“Pembuatan perusahaan boneka tersebut, dalam rangka untuk melaksanakan, dan memperlancar aktivitas ilegalnya,” begitu sambung Kuntadi.