REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengakui terdapat keterbatasan anggaran menjadi penyebab kekisruhan masalah penerima program Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) beberapa waktu lalu. Adanya keterbatasan anggaran membuat Pemprov DKI Jakarta harus lebih ketat mendata penerima KJMU.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta Michael Rolandi dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD DKI Jakarta pada Kamis (14/3/2024) yang mengatakan, pemerintah daerah diwajibkan untuk mengalokasikan APBD 20 persen untuk pendidikan, 10 persen untuk kesehatan, dan 40 persen untuk infrastruktur.
Ditambah dengan gaji pegawai, Rolandi melanjutkan, alokasi APBD sudah sebesar 95 persen. Sementara, Pemprov DKI Jakarta memiliki program bantuan sosial (bansos) sebesar 20 persen dari APBD.
"Ini sudah lewat 100 persen pak. Berarti, keterbatasan anggaran kita perlu kita atur," kata dia saat rapat dengar pendapat di Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta, Kamis.
Karena itu, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menginstruksikan untuk melakukan perbaruan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Sejak dilakukan perbaikan data, total DTKS di DKI Jakarta menjadi sekitar 4,3 juta atau berkurang 1,2 juta.
"Bicara data DTKS, ini sebetulnya yang membutuhkan bantuan sosial kita semua, baik itu kesehatan, pendidikan, KJP, KJMU, dan sebagainya. Tapi kan uang kita terbatas," kata Michael.
Karena itu, Pj Gubernur DKI Jakarta mengambil kebijakan untuk perbaikan data. Perbaikan itu dilakukan dengan memadankan DTKS yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta dengan data dari kementerian/lembaga lain.
"Kebetulan, pemerintah pusat tahun 2022 melaksanakan regsosek (registrasi sosial ekonomi) yang mensensus seluruh penduduk indonesia," kata dia.
Dari situlah, muncul desil 1-10 untuk memberi peringatan DTKS yang benar-benar layak mendapatkan bantuan sosial. Pasalnya, terdapat keterbatasan anggaran untuk bansos dari Pemprov DKI Jakarta.
"Maka ditetapkanlah kriteria desil 1 sampai desil 4. Itu batasan yang kita mampu. kalau uang kita punya untuk 50, ya 50-nya kita akan memberikan bantuan. Tetapi karena uangnya tidak ada, maka tadi, dipakai desil atau dipadupadankan dengan data regsosek," ujar Michael.
Namun, pemeringkatan menggunakan desil itu nyatanya menimbulkan masalah. Hingga akhirnya, Pemprov DKI Jakarta kembali memasukkan data penerima KJMU seperti semula.
Kendati demikian, Pemprov DKI Jakarta tetap melakukan pengecekan ulang terhadap kelayakan penerima KJMU. Dari total penerima KJMU tahap II 2023 adalah 19.042 mahasiswa, Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi DKI Jakarta kemudian melalukan pemadanan agar penerima KJMU tepat sasaran.
Hasilnya, ditemukan sebanyak 771 mahasiswa yang dinilai tidak layak mendapatkan KJMU karena alasan tidak masuk DTKS; tdak memenuhi persyaratan penilaian atau telah lulus; sudah pindah domisili ke luar DKI Jakarta; orang tuanya bekerja sebagai PNS, BUMN, BUMD, atau TNI/Polri; atau memiliki kendaraan roda empat atau memiliki aset di atas Rp 1 miliar.
Dengan begitu, saat ini hanya ada sekitar 18.271 mahasiswa yang masih tercatat sebagai penerima KJMU. Kepada belasan ribu mahasiswa itu, Pemprov DKI Jakarta juga akan kembali melakukan verifikasi ke lapangan untuk memastikan kelayakannya sebagai penerima KJMU.