Kamis 14 Mar 2024 08:32 WIB

Dewan Aglomerasi di Bawah Wapres, Anies Wanti-Wanti Munculnya Kerumitan Baru di Jakarta

Anies sepakat perlu adanya kelonggaran Jakarta melakukan pembangungan di penyangga.

Rep: Eva Rianti/ Red: Teguh Firmansyah
Calon presiden (capres) nomor urut 01, Anies Baswedan
Foto: Republika/Fuji E Permana
Calon presiden (capres) nomor urut 01, Anies Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) nomor urut 01 dalam Pilpres 2024 yang juga merupakan mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2017—2022 Anies Baswedan menanggapi polemik Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) soal dibentuknya dewan aglomerasi dinahkodai oleh wakil presiden. Ia mewanti-wanti agar rencana dalam beleid tersebut tidak memunculkan kerumitan baru di kawasan aglomerasi Jakarta.

“Kalau dari pengalaman kita di Jakarta sebenarnya kerja sama antardaerah itu bisa terjadi dengan baik,” kata Anies kepada wartawan di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (13/32024).

Baca Juga

Ia menjelaskan, memang perlu ada kelonggaran untuk Jakarta bisa melakukan kegiatan pembangunan di luar Jakarta atau di kawasan penyangga. Secara riil, ia mencontohkan beberapa persoalan di antaranya banjir dan masalah transportasi publik.

Persoalan banjir misalnya, Anies menyebut perlu dibangun waduk-waduk di luar Jakarta untuk bisa mengendalikan volume air yang masuk ke Jakarta. Sementara jika ingin membangun waduk di luar Jakarta, uang dan kemauannya bisa tersedia tetapi mengalami kendala pada kegiatan pembangunan atau proses pengerjaan yang di luar kendali Pemprov DKI Jakarta.

Kemudian contoh dari segi transportasi publiknya. Anies menilai memang perlu ruang bagi Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan kegiatan di luar wilayah Jakarta dalam hal memperluas layanan transportasi umum. Sehingga terbentuklah Perseroan Terbatas Transportasi Jakarta (PT Transjakarta).

Lebih lanjut menanggapi soal dewan aglomerasi yang diwacanakan akan dipimpin wakil presiden, Anies menekankan adanya lembaga baru itu harus bisa mengakomodasi seluruh kebutuhan dari Jakarta dan wilayah sekitarnya, agar bisa berjalan dengan sinkron.

“Sehingga tidak menimbulkan kerumitan baru. Kadang-kadang kita membuat lembaga baru tapi lembaga baru ini belum tentu menyelesaikan masalah yang sesungguhnya ada,” kata dia.

“Jadi kalau saya boleh usul sebaiknya prosesnya lebih bottom up, kumpulkan yang selama ini mengelola Jakarta dan sekitarnya, tanyakan apa yang menjadi kebutuhannya, dari situ UU ini dibuat menyesuaikan,” lanjutnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement