Rabu 13 Mar 2024 19:55 WIB

Pengacara: SYL Dijadikan Tersangka karena tak Penuhi Permintaan Firli Bahuri

Tim kuasa hukum SYL hari ini membacakan eksepsi atas dakwaan jaksa KPK.

Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) usai menjalani sidang perdana pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/2/2024). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) telah melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar.
Foto: Republika/Prayogi
Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) usai menjalani sidang perdana pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/2/2024). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) telah melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum mantan Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo (SYL), Djamaludin Koedoeboen mengatakan SYL dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tak memenuhi permintaan mantan Ketua KPK Firli Bahuri. Sebagaimana diketahui, saat ini pihak penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka atas tidak pidana korupsi dan tindak pidana pemerasan terkait dengan penyidikan atas perkara SYL.

"Di mana perbuatan tersebut dilakukan terhadap SYL, yang pada pokoknya menggunakan alasan adanya penyelidikan atas perkara ini, sehingga bila terdakwa tidak memenuhi permintaan oknum KPK tersebut, maka SYL akan ditetapkan sebagai tersangka," ujar Djamaludin saat membacakan nota keberatan alias eksepsi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/23/2024).

Baca Juga

Oleh karena SYL dipandang tidak dapat memenuhi permintaan tersebut, Djamaludin mengungkapkan SYL kemudian ditetapkan sebagai tersangka serta selanjutnya dilakukan pula tindakan penangkapan dan penahanan. Dengan kata lain, kata dia, perjalanan proses hukum yang wajar (due proccess of law) dalam penyelidikan dan penyidikan atas perkara tersebut telah dicemari dengan adanya niat (mens rea) untuk melakukan pemerasan.

"Sehingga cukup alasan bilamana dalam perkara atas nama terdakwa dimulai dan disusun dengan maksud dan tujuan tertentu (pemerasan)," ucap dia menambahkan.

Oleh dari itu, menurut Djamaludin, sangat wajar jika pada persidangan terdapat berbagai kejanggalan atau fakta yang masih prematur, bahkan mungkin tidak didasari oleh kenyataan yang sesungguhnya, hingga terkesan telah dibingkai dengan mendramatisasi secara berlebihan.

Pasalnya, lanjut dia, seluruh pihak telah disuguhkan suatu perkara yang sesungguhnya dari awal bukan dimaksudkan sebagai upaya penegakan hukum. Namun, dirinya menuturkan perkara itu tidak lain merupakan rangkaian sandiwara karya Firli Bahuri guna memuluskan rencananya melakukan tindak pidana pemerasan.

"Ibarat sebuah syair lagu ciptaan Iwan Fals, yaitu 'maling teriak maling', telah dipertontonkan ke hadapan seluruh rakyat Indonesia, di mana seorang oknum mantan penegak hukum telah menuduh terdakwa sebagai koruptor dalam rangka melakukan pemerasan dalam jabatannya sendiri," ujar Djamaludin.

Sebelumnya, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total senilai Rp 44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian pada rentang waktu tahun 2020 hingga 2023. Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023, serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan tahun 2023, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement