Rabu 24 Jan 2024 05:54 WIB

BHS Sebut Truk Overload dan Berkecepatan Rendah Picu Kecelakaan di Jalan Tol

Bus study tour SMAN 1 Sidoarjo kecelakaan di Tol Ngawi dampak dari truk overload.

Rep: Antara/Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Dua kendaraan mengalami kecelakaan lalu lintas di ruas tol akibat menghindari truk berkecepatan rendah (ilustrasi).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Dua kendaraan mengalami kecelakaan lalu lintas di ruas tol akibat menghindari truk berkecepatan rendah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Politikus Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS) mengunjungi rumah salah satu korban kecelakaan bus study tour SMAN 1 Sidoarjo di Tol Ngawi pada Kamis (18/1/2024). Insiden itu menewaskan dua orang.

Anggota DPR periode 2014-2019 tersebut disambut hangat keluarga, dan menyampaikan ucapan belasungkawa. "Saya mengucapkan turut berduka cita mendalam atas meninggalnya Ibu Sutining Hidayah, guru SMA Negeri 1 Sidoarjo, semoga arwah beliau diterima disisi Allah SWT dan husnul khotimah," ucap BHS dikutip Rabu (24/1/2024).

Menurut BHS, permasalahan kecelakaan di jalan tol sudah disampaikannya berkali-kali. Bus yang terlibat kecelakaan tersebut merupakan dampak dari truk yang kelebihan muatan (overload).

"Tahu-tahu bannya meletus dan terguling ke kiri, kemudian busnya dari belakang tidak keburu menghindar ke kiri jalan. Untungnya masih bisa menghindar, kalau tidak, korbannya bisa lebih banyak lagi," kata BHS

Dia mengaku, sudah menyampaikan masalah truk berjalan lambat kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. BHS mendapati temuan truk melaju di bawah 30 kilometer (km) per jam akibat kelebihan muatan, yang itu membahayakan pengguna tol lainnya.

"Alhamdulillah responsnya baik serta akan ditindak lanjuti dengan memfilter betul truk-truk yang melewati jalan tol harus berkecepatan minimal 60 km per jam dan dilengkapi dengan lampu penerangan yang cukup, karena kecelakaan yang sering terjadi adalah disundul dari belakang akibat kecepatan daripada truk yang sangat rendah dan penerangan truk yang sangat kurang," kata BHS.

Sebagai contoh korban, kata BHS, mantan Kabasarnas Laksda (Purn) Yayun Riyanto, yang ketika kecelakaan mobilnya hancur masih bisa diselamatkan. Pun eks wakil menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, yang meninggal akibat kecelakaan di tol, yaitu menyeruduk truk berkecepatan rendah, dan juga masih banyak lainnya.

"Sekarang ini terjadi 20 kecelakaan setiap hari, dan ini sudah sangat memperihatinkan. Pemerintah wajib melindungi nyawa publik. Truk yang masuk ke jalan tol tidak boleh kurang dari 60 km per jam sesuai dengan UU Nomorn22 Tahun 2008 tentang Jalan Raya, tidak boleh overload, lampu penerangan belakang harus jelas, kalau perlu melebihi lampu penerangan bus," kata alumnus ITS Surabaya tersebut.

BHS juga mengingatkan, jika aparat yang ada di jalan tol membiarkan truk kelebihan muatan maka mereka sama halnya melanggar undang-undang (UU). Sehingga harus ada ketegasan, dengan mengeluarkan truk kelebihan muatan dan berkecepatan rendah dari tol demi keamanan pengguna tol lainnya. 

"Pemerintah harus melindungi setiap nyawa publik. Apalagi, kondisi jalan tol masih rigid pavement (semen) tanpa dilapisi aspal, ban cepat panas, tergerus dan bisa meletus, ini sudah berkali-kali disampaikan. Bahwa jalan permukaan jalan tol tidak boleh rigid pavement," ucap BHS

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement