Jumat 17 Nov 2023 15:30 WIB

Polri Selidiki Laporan Bocornya Rapat MK Soal Usia Capres-Cawapres

Maydika Ramadani merasa perlu melaporkan dugaan bocornya RPH MK ke Mabes Polri.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro (kanan).
Foto: Prayogi/Republika
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah menerima laporan polisi terkait bocornya Rapat Musyawarah Hakim Mahkamah Konstitusi (RPH MK) tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) peserta Pemilu 2024.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan tersebut pada tanggal 13 November. Kini, jajarannya sudah melakukan penyelidikan. "Laporan sudah kami terima dan saat ini kami sedang melakukan penyelidikan," kata Djuhandhani di Jakarta, Jumat (17/11/2023).

Jenderal polisi bintang satu itu menyebut, sejak laporan diterima, pihaknya telah melengkapi proses administrasi serta meminta klarifikasi kepada sejumlah saksi. "Kami sudah melengkapi administrasi penyelidikan dan saat ini kami sudah mengklarifikasi lima orang saksi," ucapnya.

Hingga kini, kata Djuhandhani, penyidik masih mempelajari perkara tersebut untuk menemukan peristiwa pidananya. "Kami sedang mempelajari perkara ini lebih lanjut," ujarnya.

Laporan tersebut dilayangkan oleh Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) ke SPKT Bareskrim Polri pada Senin (13/11).

Perwakilan P3K Maydika Ramadani mengatakan, pihaknya merasa perlu melaporkan dugaan bocornya RPH MK tersebut mewakili masyarakat. Pasalnya, kebocoran tersebut merupakan pelanggaran berat dan tidak dapat ditoleransi.

Menurut dia, pelanggaran itu bakal berdampak kepada kepercayaan masyarakat terhadap MK. Laporan tersebut telah diterima dan teregistrasi dengan No:STTL/ 432/XI/2023/Bareskrim tentang pelanggaran Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, serta kejahatan terhadap keamanan nasional, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 112 juncto Pasal 322 KUHPidana.

"Permasalahan bocornya RPH MK merupakan perbuatan tercela dan suatu tindak pidana yang pada kenyataannya telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat," tutur Maydika.

Oleh karena itu, kata dia, perlu adanya tindakan dari aparat kepolisan untuk melakukan tindakan hukum sesuai dengan kewenangannya. Maydika menyebut, penyidik perlu menegakkan hukum dengan menemukan para pelaku.

"Ke depannya agar bocornya RPH Mahkamah Konstitusi ini tidak terjadi dan tidak terulang lagi, serta agar dapat menimbulkan kembali keyakinan masyarakat Indonesia terhadap Lembaga Peradilan, khususnya dalam hal ini Mahkamah Konstitusi," kata Maydika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement