REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku belum perlu menjemput paksa Nistra Yohan (NY) untuk diperiksa terkait aliran uang Rp 70 miliar untuk tutup kasus korupsi BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) 2020-2022. Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengatakan masih membutuhkan penguatan alat bukti terkait dengan keterlibatan staf ahli anggota Komisi I DPR itu.
Kasubdit Penyidikan Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jampidsus Haryoko Ari Prabowo menerangkan, timnya memang sudah melakukan pemanggilan patut terhadap Nistra Yohan sebanyak dua kali untuk dapat diperiksa. Prabowo mengakui kewenangan penyidik sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memang memungkinkan untuk melakukan penjemputan paksa terhadap Nistra Yohan jika mangkir tanpa alasan.
Akan tetapi, Prabowo mengatakan, timnya merasa belum perlu membawa paksa Nistra Yohan ke ruang penyidikan untuk diperiksa. Menurut dia, tim penyidikannya masih mengumpulkan bukti-bukti untuk penguatan dasar yuridis untuk peningkatan status hukum staf ahli anggota Komisi I DPR itu.
“Terhadap Nistra Yohan ini kita belum perlu jemput paksa. Karena yang paling penting saat ini, adalah kita kumpulkan alat-alat bukti yang kuat untuk bisa membuktikan tentang dugaan penerimaan uang itu,” ujar Prabowo saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejagung, Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Prabowo menambahkan, dalam pengusutan kasus korupsi BTS 4G Bakti saat ini, timnya punya strategi dan prioritas penanganan terhadap para tersangka yang sudah dilakukan penahanan. Saat ini, sudah 16 orang ditetapkan sebagai tersangka. Enam yang sudah diajukan ke persidangan dan sudah divonis, Rabu (8/11/2023).
Dugaan aliran uang ke Komisi I DPR...