REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan Rapat Pleno Hakim Pemilihan Ketua MK dan Wakil Ketua MK pada Kamis (9/11/2023) pagi. Pemilihan ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Dalam putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/2023, tanggal 7 November 2023 dinyatakan “…Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan…”.
Seiring hal tersebut, tata cara Pemilihan Ketua MK dan Wakil Ketua MK dilaksanakan berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.
"Menurut ketentuan PMK tersebut, pemilihan Ketua MK dan Wakil Ketua MK dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan selama lima tahun," tulis keterangan resmi MK yang dikutip pada Kamis (9/11/2023).
Pemilihan ini dilaksanakan dengan dihadiri paling kurang tujuh Hakim Konstitusi. Dalam hal Rapat Pleno Hakim dihadiri kurang dari tujuh Hakim Konstitusi, maka Pemilihan ditunda paling lama dua jam.
"Jika setelah ditunda masih tidak memenuhi jumlah tersebut, Pemilihan Ketua MK dan Wakil Ketua MK dilanjutkan, meskipun dihadiri kurang dari tujuh Hakim Konstitusi," tulis keterangan itu.
Adapun pemilihan dilakukan secara musyawarah mufakat dalam Rapat Pleno Hakim yang tertutup untuk umum. Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak melalui pemungutan suara dalam Rapat Pleno Hakim yang terbuka untuk umum di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung I MK.
Diketahui, MKMK menjatuhkan sanksi berat yaitu Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Ketua MK Anwar Usman. Hanya saja, putusan ini melahirkan dissenting opinion (DO) atau pendapat berbeda karena MKMK hanya menyatakan PTDH terhadap status Anwar sebagai Ketua MK. Dengan demikian, Anwar hanya turun kasta menjadi hakim MK biasa berkat putusan MKMK.
Deretan pelaporan terhadap MK merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.