Selasa 31 Oct 2023 20:38 WIB

Lulus tanpa Skripsi tidak Kurangi Esensi Kompetensi

Lulus tanpa skripsi bukan berarti perguruan tinggi menjadi pabrik ijazah.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Mansyur Faqih
Eldelafimeta, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjadi salah satu mahasiswa yang mencoba lulus tanpa jalur skripsi.
Foto: Dok UMM
Eldelafimeta, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjadi salah satu mahasiswa yang mencoba lulus tanpa jalur skripsi.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ronggo Astungkoro, Wartawan Republika

Hobi menulis yang diawali dari keisengan pada 2018 lalu membuat L Dela Fimeta, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), berhasil menuai hal baik di sejumlah lini kehidupannya. Keisengannya itu ternyata berhasil mengundang prestasi dan kemudahan pada kemudian hari.

Baca Juga

Ketika itu, menulis baginya hanyalah kegiatan untuk mengisi kekosongan waktu. Tak disangka, tulisan yang dia unggah di platform daring Wattpad kala itu menjadi viral di Tiktok tiga tahun setelahnya. Mulai dari sana perjalannya menjadi seorang penulis buku dimulai.

“Di 2018 itu aku sudah mulai nulis dan 2019 itu mulai gabung di Wattpad. Di situ mulai coba-coba nulis cerita pertama aku. Aku coba promosi juga di Tiktok dan alhamdulillah ramai,” ujar wanita yang kerap disapa El itu kepada Republika, Selasa (31/10/2023).

Dari sana, pada 2021 El dihubungi Coconut Books untuk bekerja sama dalam penyusunan dan pembuatan buku pertamanya bertajuk Auralaska. Bak tengah berada di dunia mimpi, El mengaku tak menyangka bisa menerbitkan buku. Tulisan yang dia buat saat itu benar-benar dibuat hanya untuk mengisi kekosongan waktu. Apalagi, dia juga sempat menunda kuliah selama beberapa tahun.

“Langkah awalku untuk menulis juga terinspirasi dari Kak Luluk, alumnus UMM yang juga menulis buku novel Mariposa saat menjadi mahasiswa. Kemudian novel Kak Luluk juga sukses dibikin film. Dari situ aku bertekad untuk bisa menjadi seperti dia,” ujar dia.

Hingga akhirnya pada buku keduanya, El dapat bekerja sama dengan beberapa penulis hebat. Salah satunya penulis buku Dear Nathan, Erisca Febriani. Mereka akan menerbitkan buku series, karyanya termasuk di series kedua yang saat ini sudah dibaca hingga kurang lebih 32 ribu pembaca. Secara total buku-bukunya sudah dibaca hingga 17,8 juta kali.

“Dengan buku kedua ini, aku tambah semangat dan menargetkan diri untuk bisa menerbitkan tiga buku dalam satu tahun. Kalau bisa, tulisanku ini juga bisa dijadikan film seperti karya Kak Luluk,” ucap El optimistis.

Tidak berhenti di situ, gadis kelahiran Kota Kediri itu juga telah menyiapkan siniar yang diunggah ke berbagai platform, termasuk Spotify. Harapannya, dia bisa mengembangkan tulisan ke berbagai genre dan memotivasi orang-orang lewat siniarnya.

Menurut El, apa yang dia lakukan itu merupakan satu dari banyak cara untuk berguna bagi sekitar, yakni membuat karya yang positif. Dia berupaya untuk mendorong masyarakat untuk bisa belajar dari novel dan mengamalkan kebaikan yang ada di dalamnya.

Karya-karyanya itu pun rencananya akan dijadikan sebagai tugas akhir di perkuliahan. Niat itu muncul mengingat komitmen UMM untuk selalu mendukung serta mengapresiasi mahasiswanya. Termasuk mendorong mahasiswanya untuk bisa lulus tanpa skripsi, yakni dengan karya.

 

“Aku sangat berterima kasih kepada UMM karena selalu mendukung setiap karyaku. Insya Allah aku akan terus menyumbangkan karya yang bermanfaat dan prestasi yang membanggakan,” kata dia.

Rencana itu dia jadikan semangat untuk menekuni pembelajaran di kampusnya. El ingin terus meningkatkan kemampuan menulisnya terus-menerus. Memang, kata dia, niat awalnya masuk ke jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia UMM adalah untuk meningkatkan kompetensi diri di bidang menulis sesuai hobinya. 

“Aku masuk jurusan ini berharap nanti kemampuan menulis aku bisa lebih baik dan tertata. Nggak asal nulis. Jadi itu tujuan aku masuk pendidikan bahasa Indonesia. Ini sesuai dengan keinginan aku untuk terus meningkatkan kemampuan diri,” kata mahasiswa angkatan 2023 itu.

Tidak Terjebak Euforia

Mungkin, itulah yang dimaksud oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang mengingatkan mahasiswa untuk tidak terjebak dalam euforia tidak diwajibkannya skripsi sebagai tugas akhir. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

“Ini memang euforia bagi mahasiswa. Jangan sampai kemudian menganggap ini menggampangkan," ujar Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam, di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, Jumat (1/9/2023) .

Nizam menegaskan, dalam meluluskan peserta didik, perguruan tinggi tetap memiliki fokus kepada kompetensi mahasiswa. Jadi, ada target kompetensi lulusan yang harus dihasilkan dari perkuliahan hingga mahasiswa tersebut lulus. Sebab itu, dengan adanya kebijakan baru itu bukan berarti memudahkan mahasiswa untuk lulus dari kampus.

"Ada kompetensi lulusan yang dihasilkan. Jadi bukan menjadikan mudah, tapi banyak pilihan yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, dunia kerja maupun warna masing-masing perguruan tinggi," kata dia.

Pada kesempatan itu dia juga mengingatkan perguruan tinggi untuk tidak menjadi pabrik ijazah dengan adanya kemerdekaan penentuan tugas akhir saat ini. Kemendikbudristek tak ingin perguruan tinggi mengakali kemerdekaan tersebut untuk membuat mahasiswa-mahasiswanya mudah lulus. Sebab itu, pengawasan akan dilakukan.

“Melalui akreditasi. Dan pengawasan yang paling bagus itu adalah masyarakat untuk ngawal kampus-kampus agar tidak nakal dan sembarangan menjadikan kemerdekaan itu sebagai pabrik ijazah tanpa ada proses yang dilalui dan dijaga bersama,” kata dia.

Nizam menyatakan, tujuan dari diberikannya kemerdekaan menentukan bentuk tugas akhir bagi perguruan tinggi bukan untuk memudahkan mereka meluluskan mahasiswa. Cita-cita dari kebijakan itu adalah agar para lulusan perguruan tinggi memiliki kompetensi yang lebih sesuai dengan kebutuhan di masing-masing bidangnya.

“Yang ingin kita pastikan adalah justru lulusannya nanti akan lebih kompeten sesuai dengan kebutuhan di masing-masing bidang, bukan malah dipaksa untuk mengikuti ini (wajib skripsi), padahal itu tidak cocok untuk bidang tersebut,” kata Nizam.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang Anang Sujoko menyampaikan, ketentuan tersebut dapat menjadi kesempatan yang baik dalam memastikan mahasiswa bisa menyelesaikan kuliah sesuai dengan keinginannya pada masa depan. Dengan begitu, mereka lulus dengan sesuai kemampuan yang dimiliki.

“Saya kira ini menjadi sebuah kesempatan yang sangat baik untuk memastikan mahasiswa bisa menyelesaikan kuliah sesuai dengan keinginan di masa depan dan sesuai dengan kemampuan yang ada di mahasiswa tersebut,” kata Anang.

Dia menganggap, tidak semua mahasiswa bercita-cita mendalami perspektif keilmuan atau sebagai akademisi. Sebab itu, kebijakan tersebut semakin menunjukkan adanya specific skills atau kemampuan spesifik yang terkait dengan keahlian tertentu di bidang tertentu ini dapat diwadahi.

Dia percaya, jika dalam bentuk proyek, mahasiswa saat ini sangat kreatif dalam mengerjakan atau bahkan ada inovasi yang bisa ditawarkan. Pada intinya, dia menyatakan mendukung kebijakan tersebut untuk memudahkan mahasiswa dalam menyelesaikan studinya. “Dan dengan kemudahan ini juga akan mengurangi masa studi di ilmu-ilmu sosial yang sampai saat ini masih relatif tinggi,” sambung Anang.

 

Meski begitu, dia juga meminta proyek yang dikerjakan oleh mahasiswa program sarjana harus tetap melalui sebuah kajian. Proyek yang dikerjakan jangan sebagai proyek yang tiba-tiba muncul. Melainkan proyek yang betul-betul menjadi inisiasi mahasiswa.

“Dikerjakan betul-betul oleh mahasiswa. Jangan sampai mahasiswa yang mau lulus malah meminta orang lain untuk membuatkan proyek. Oleh karena itu ada sebuah tahapan-tahapan dari proyek yang harus juga dikuasai oleh mahasiswa tersebut,” kata dia.

Aturan Sederhana tapi Kompleks

Pada lain kesempatan, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Kiki Yuliati mengingatkan, Permendikbudristek Penjaminan Putu Pendidikan Tinggi mungkin terlihat lebih sederhana. Akan tetapi, implementasinya cukup kompleks dan membutuhkan level berpikir yang mendalam.

“Dengan demikian setiap perguruan tinggi diharapkan dapat cermat dalam menentukan fokusnya apakah itu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, atau pengabdian masyarakat,” ujar Kiki Kamis (7/9/2023).

Pada masa transisi kebijakan saat ini, perguruan tinggi diimbau untuk tidak terburu-buru untuk mengubah peraturan akademik yang berlaku, misalnya mengubah kurikulum. Kiki menyarankan pimpinan perguruan tinggi untuk dapat melakukan evaluasi diri secara komprehensif. Upaya itu diperlukan agar perguruan tinggi dapat menentukan diferensiasi dan menentukan fokus utama.

"Lakukanlah penyesuaian dengan sebaik mungkin dalam jangka waktu yang kami berikan di mssa transisi ini, yakni dua tahun,” kata dia.

Merespons imbauan itu, Rektor Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) Chairul Hudaya menjelaskan langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh perguruan tinggi yang dipimpinnya. Setiap ada perubahan, kata dia, kampus harus beradaptasi atas perubahan tersebut. Dia pun menyatakan, terus melakukan konsolidasi internal untuk mempersiapkan perubahan-perubahan yang terjadi.

“Di satu sisi kami senang, namun di sisi yang lain juga bukanlah hal yang mudah karena berarti kami harus menyiapkan berbagai hal secara matang. Karena kami diberikan keleluasaan, maka kami harus mengubah kurikulum dengan mempertimbangkan sikap, keterampilan umum, keterampilan khusus, dan pengetahuan yang disesuaikan dan kebutuhan dan potensi kami,” tutur Chairul.

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Direktur Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Politeknik Caltex Riau Maksum Ro’is Adin Saf. Dia mengatakan, kampus sudah mempelajari Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 dengan cepat di beberapa pertemuan internal. Kemudian mempersiapkan diri dengan pengelolaan berbasis sitem informasi yang ada untuk mempermudah langkah yang diambil.

“Selain itu, kami juga mengelola berbagai ekspektasi dan persepsi sehingga bisa menemukan hal yang paling tepat untuk perguruan tinggi kami,” kata dia.

Menjaga Kualitas Lulusan

Dari kebijakan itu kemudian muncul pandangan yang melihat menjadikannya berpotensi menurunkan kualitas sarjana berpikir analitis. Menyikapi itu, Direktur Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi Kemendikbudristek Beni Bandanadjaja menjelaskan, kemampuan analitis sebaiknya tidak hanya dibebankan pada mata kuliah skripsi atau tugas akhir.

“Dengan perubahan yang ada saat ini, perguruan tinggi dapat berinovasi menciptakan pembelajaran yang lebih memicu keterampilan analitis mahasiswa di berbagai mata kuliah yang ada,” kata dia.

Dia menyampaikan, inti dari tugas akhir adalah memastikan mahasiswa memahami kompetensi serta dapat mengimplementasikannya dengan baik. Dengan demikian, seorang mahasiswa dapat dinyatakan kompeten dan layak lulus dari dunia kampus.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Universitas Muhammadiyah Surakarta (@umsofficialid)

 

Sebab itulah aturan tersebut memberikan keleluasaan dalam tugas akhir kepada level sarjana dan sarjana terapan. “Dari yang hanya berbentuk skripsi, namun kali ini diberikan lebih banyak pilihan. Misalnya membuat prototipe, project based learning, kegiatan magang di industri, dan sebagainya,” tutur dia.

Beni pun menegaskan, apapun bentuk tugas akhirnya, seluruh mahasiswa tetap harus membuat laporan yang dipertanggungjawabkan di hadapan dosen penguji. Selain itu, memberikan banyak pilihan tugas akhir pun akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses perkuliahan, serta menerapkan paradigma bahwa tugas akhir bukan satu-satunya fokus dalam kegiatan pembelajaran.

“Kita harus mendorong mahasiswa untuk berpikir analitis dan problem solving di seluruh proses pembelajaran, bukan hanya pada tugas akhir” ungkap dia.

Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dikeluarkan dengan harapan dapat mengakselerasi peningkatan mutu pendidikan tinggi secara terencana dan berkelanjutan. Terobosan itu dinilai dapat memudahkan perguruan tinggi untuk lebih fokus dalam meningkatkan mutu dengan cara yang memerdekakan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement