REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga prajurit TNI, yang salah satunya anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dijerat pasal berlapis di antaranya pasal pembunuhan berencana oleh Oditur Militer Jakarta dalam sidang perdana di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Jakarta, Senin (30/10/2023). Dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, Oditur Militer Letkol Chk Upen Jaya Supena bersama Letkol Laut (H) I Made Adnyana, dan Letkol Kum Tavip Heru S menjerat tiga terdakwa dengan pasal pembunuhan berencana (dakwaan primer), pasal pembunuhan bersama-sama (dakwaan subsider), dan pasal penganiayaan hingga menyebabkan kematian (dakwaan lebih subsider).
Kemudian, tiga oditur itu juga menjerat para pelaku, yaitu Praka Riswandi Manik/Praka RM (Anggota Paspampres), Praka Heri Sandi (Anggota Direktorat Topografi TNI AD), dan Praka Jasmowir (Anggota Kodam Iskandar Muda TNI AD) dengan pasal penculikan yang dilakukan secara bersama-sama.
Ketentuan mengenai pembunuhan berencana yang masuk dalam dakwaan primer itu merujuk pada Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sementara dakwaan subsider mengenai pembunuhan bersama-sama dalam dakwaan subsider merujuk pada Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan dakwaan lebih subsider mengenai penganiayaan hingga menyebabkan kematian merujuk pada Pasal 351 ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Untuk dakwaan terkait penculikan secara bersama-sama merujuk pada Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Usai membacakan dakwaan, Majelis Hakim, yang dipimpin oleh Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto menjelaskan kembali isi pasal-pasal yang didakwakan kepada tiga prajurit TNI AD itu. Rudy, yang bertindak selaku hakim ketua, dalam persidangan Praka Riswandi Manik, dkk. didampingi oleh Letkol Chk Idolohi dan Mayor Kum Aulisa Dandel.
Dalam sidang yang berlangsung selama kurang lebih dua jam, Oditur Militer membeberkan sejumlah fakta atas peristiwa penculikan, pemerasan, penganiayaan, pembunuhan sampai aksi membuang jasad yang dilakukan tiga prajurit itu terhadap seorang warga sipil bernama Imam Masykur.