REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) diagendakan bakal mengumumkan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Senin (23/10/2023). Kehadiran MKMK guna menyikapi laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim MK.
"Yup. Rilis segera kita share," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada Republika saat ditanya soal pembentukkan MKMK, Jumat (20/10/2023).
Berdasarkan aturan internal MK, formasi MKMK terdiri dari satu orang hakim MK aktif, satu orang eks hakim MK, dan 1 tokoh masyarakat. Hingga saat ini, nama-nama yang bakal mengisi MKMK belum diumumkan.
Tercatat, beberapa kelompok masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim MK. Pertama, dilakukan oleh Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Kedua, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) melaporkan lima akim MK kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi pada Kamis (19/10/2023). Para hakim yang dilaporkan yaitu ketua MK Anwar Usman, Manahan M.P Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.
Bahkan, ada kelompok orang yang mengatasnamakan Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan) melaporkan Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Deretan pelaporan itu merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.
"Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK pada Senin (16/10/2023).
MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan "berusia paling rendah 40 tahun" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ujar Anwar.
Putusan inilah yang menuai hujatan masyarakat. Sebab putusan MK yang berpeluang membuat Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres di Pilpres 2024. Putusan ini resmi menjadikan MK sebagai Mahkamah Keluarga Jokowi. Pasalnya Gibran merupakan keponakan Ketua MK Anwar Usman setelah menikahi adik Jokowi.