REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) berencana membacakan putusan dari sejumlah perkara uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait batas usia capres dan cawapres pada 16 Oktober 2023. Prof Andy Fefta Wijaya, pengamat politik sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya percaya betul MK akan memberikan putusan yang objektif dan profesional dalam kasus yang tengah ramai dibicarakan publik.
Andy percaya betul putusan yang nanti akan dibuat oleh MK mengenai batas usia capres dan cawapres hanya menentukan apakah aturan saat ini mengenai batas usia capres dan cawapres sesuai dengan konstitusi yang berlaku atau tidak. MK, kata dia, tak bisa menentukan batas usia capres dan cawapres yang akan ikut kontestasi pilpres. Sebab penentuan batas usia capres dan cawapres ada di lembaga legislatif yang membuat UU.
Jika MK memutuskan usia, maka putusan yang dibuatnya tersebut melampau kewenangannya. Sebab penentuan usia capres dan cawapres ditentukan lembaga legislatif.
“MK hanya menilai apakah pasal yang ada di UU tersebut sesuai dengan konstitusi atau tidak. Jika tak sesuai dengan konstitusi, maka MK akan meminta lembaga legislatif bersama pemerintah untuk melakukan revisi pasal di UU tersebut. Namun jika Jika MK membuat keputusan yang melampaui kewenangannya, maka keputusan MK tersebut bisa dipertanyakan oleh publik,” kata Andy dalam keterangannya, Kamis (12/10/2024).
Selain itu a nantinya putusan MK tersebut menentukan umur capres dan cawapres, menurut Andy putusan tersebut berpotensi untuk digugat oleh masyarakat sipil. Misalnya dalam putusan nanti MK menyebut usia 35 tahun bisa mendaftar sebagai capres dan cawapres, maka keputusan tersebut akan kembali digugat. Mengapa tidak usia 25 tahun bisa mendaftar sebagai capres cawapres.
Jika nantinya keputusan MK meminta agar memperbaiki pasal-pasal di UU, maka lembaga legislatif bersama pemerintah akan melakukan sidang untuk merevisi pasal-pasal yang tidak sesuai dengan konstitusi tersebut. “Saya masih percaya aturan mengenai batas usia capres dan cawapres belum bisa dilakukan pada periode sekarang. Sebab DPR dan pemerintah harus melakukan rapat untuk membahas pasal-pasal yang dianggap MK tak sesuai dengan konstitusi," kata dia.
"Saya masih optimistis kandidat cawapres yang saat ini memiliki elektabilitas tinggi seperti masih tak akan terganggu dengan putusan MK yang nanti akan dibacakan,” terang Andy.
Saat ini kandidat cawapres yang kuat untuk mendampingi Prabowo adalah Erick Thohir dan Khofifah Indar Parawansa. Sedangkan untuk cawapres yang potensial mendampingi Ganjar adalah Erick Thohir dan Mahfud MD.
Berdasarkan survei politik yang dilakukan Poltracking Indonesia, di Jawa Timur, elektabilitas tertinggi masih dipegang oleh Erick Thohir (21,4%). Setelah itu dibayang-bayangi oleh Mahfud MD (15,7%) dan Muhaimin Iskandar (14,8%). Sedangkan elektabilitas Gibran Rakabuming Raka hanya memperoleh 6.1%.
Dengan tingginya elektabilitas Erick di Jawa Timur, Andy menilai potensi Ketua Umum PSSI ini menjadi cawapres Ganjar maupun Prabowo masih sangat besar. Terlebih lagi Erick yang memiliki kedekatan dengan warga Nahdliyin dipercaya mampu meningkatkan suara capres yang nanti akan menjadi pasangannya.
Terlebih lagi Erick juga memiliki kedekatan degan generasi milenial, generasi Z, kelompok profesional dan penggemar sepak bola. Andy menilai generasi milenial, generasi Z, kelompok profesional dan penggemar sepak bola merupakan kelompok pemilih yang floating serta jumlahnya sangat signifikan.
“Saya percaya Erick mampu untuk merangkul dan menjadi daya tarik bagi mereka agar dapat meningkatkan suara di Pilpres 2024. Alasan lainnya yang harus diperhitungkan capres yang ada untuk memilih Erick menjadi cawapres adalah potensi kekuatan finansial yang dimilikinya. Kekuatan finansial ini tak bisa diabaikan begitu saja,” tutup Andy.