REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran meminta Presiden untuk melakukan evaluasi dan tidak memperpanjang izin HGU terhadap Perusahaan Besar Swasta (PBS) maupun Hutan Tanaman Industri (HTI) yang tidak merealisasikan plasma 20 persen bagi masyarakat. Hal itu disampaikan Sugianto usai berdialog dengan aparat penegak hukum dan warga yang ditahan akibat konflik Bangkal.
Dialog dan mediasi tersebut menghasilkan pembebasan 20 orang warga yang ditahan akibat konflik, yang dijamin langsung oleh Ketua Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah Agustiar Sabran. Pihaknya bertanggung jawab penuh atas persayaratan pembebasan tersebut.
“Saya mohon kepada Presiden RI Bapak Joko Widodo untuk mengevaluasi Perusahaan Besar Swasta atau PBS dan Hutan Tanaman Industri atau HTI yang tidak menjalankan kewajibannya menyediakan Plasma 20 persen, agar ijin HGU tidak diperpanjang lagi atau dicabut,” kata Sugianto, melalui keterangan tertulis, Senin (9/10/2023).
Ia juga menyebutkan bahwa akibat dari PBS maupun HTI yang tidak menjalankan plasma 20 persen, menjadi pemantik dan pemicu konflik sosial dengan masyarakat setempat.
“Konflik antara masyarakat dengan PT Hamparan Masawit Bangun Persada di Desa Bangkal ini merupakan fakta yang ada di depan mata, dan sudah terjadi. Saya tidak menyalahkan masyarakat, karena mereka menuntut haknya yang memang sudah ada dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib mengalokasikan 20 persen plasma,” katanya.
Sugianto juga meminta evaluasi dari pemerintah pusat terkait PBS/HTI yang tidak menjalankan plasma. Menurutnya, ini bukan baru pertama kalinya menyuarakan hal tersebut.
”Sudah berulang kali kita sampaikan dan bermohon dengan resmi, hendaknya hal ini menjadi perhatian pemerintah pusat,” katanya.
“Saya turut prihatin atas insiden konflik antara warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, dengan PT Hamparan Masawit Bangun Persada, yang mengakibatkan jatuhnya korban meninggal dunia dan luka berat akibat bentrok dengan aparat. Untuk rasa keadilan warga, Pemprov Kalteng dan DAD Kalimantan Tengah menjamin biaya pengobatan korban Konflik sepenuhnya,” kata Sugianto.
"Konflik ini tidak akan terjadi dan tidak akan terulang, jika masing-masing pihak saling memahami dan memaknai antara hak dan kewajiban," tambahnya.
Kalimantan Tengah memiliki masyarakat yang terbuka dan menjunjung tinggi adab yang berlandaskan falsafah Huma Betang. Sugianto berharap, perusahaan besar swasta yang beroperasi di Kalimantan Tengah, bukan hanya menjalankan kewajiban plasma 20 persen, namun lebih dari itu terkait PBS maupun HTI dapat berkontribusi signifikan terutama dalam membangun sektor pendidikan dan kesehatan, serta infrastruktur pedesaan.
"Ini merupakan sektor dasar pembangunan dan kesejahteraan," katanya.
Seperti diketahui, konflik yang terjadi antara warga Desa Bangkal dengan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) terjadi pada 7 Oktober lalu. Warga Desa Bangkal melakukan aksi menuntut PT HMBP untuk merealisasikan plasma 20 persen untuk warga setempat.
Akibat konflik tersebut, terjadi bentrokan warga dengan pihak aparat keamanan yang mengakibatkan satu orang warga tewas tertembak, dan dua warga luka berat. Saat ini, korban luka mendapatkan perawatan, dan sudah dirujuk ke Rumah Sakit Ulin Banjarmasin untuk mendapat penanganan intensif.