Kamis 05 Oct 2023 16:59 WIB

Dana JKN Rp 15,37 Triliun Habis untuk Pengobatan Penyakit Jantung dan Strok

Penyakit jantung dan strok umumnya dipicu oleh perilaku hidup tidak sehat.

Kampanye Challenge Downgrade Ukuran Bajumu sebagai  bagian dari menjaga kesehatan jantung serta mencegah berbagai penyakit khususnya Penyakit Tidak  Menular di DKI Jakarta.
Foto: Dok. Republika
Kampanye Challenge Downgrade Ukuran Bajumu sebagai bagian dari menjaga kesehatan jantung serta mencegah berbagai penyakit khususnya Penyakit Tidak Menular di DKI Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan pengobatan pasien penyakit jantung dan strok di Indonesia menghabiskan dana Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Rp 15,37 triliun pada 2022.

"Jantung dan strok memakan biaya lebih dari setengah anggaran penyakit tidak menular," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Eva Susanti dalam konferensi pers Hari Jantung Sedunia 2023 diikuti dari YouTube Kemenkes di Jakarta, Kamis (5/10/2023).

Baca Juga

Khusus penyakit jantung, kata Eva, menghabiskan dana JKN sekitar Rp 10,9 triliun pada 2022 dengan jumlah kasus mencapai 13,96 juta pasien. Ia mengatakan, pembiayaan kesehatan untuk penyakit tidak menular, seperti jantung, kanker, diabetes, penyakit paru kronik, strok, dan hipertensi, pada 2022 total mencapai Rp 24,05 triliun atau meningkat sepertiga dari tahun sebelumnya Rp 17,92 triliun.

Angka kasus yang dilaporkan Eva umumnya dipicu oleh perilaku hidup tidak sehat mulai dari kurang aktivitas fisik, konsumsi makanan tidak sehat, kebiasaan merokok, hingga faktor stres. "Ada pengaruh dari risiko tingginya konsumsi gula, garam, dan lemak atau unhealthy diet dan rendah sekali konsumsi buah dan sayur. Sebanyak 95,79 persen masyarakat Indonesia sangat rendah konsumsi buah dan sayur," katanya.

Sedangkan, jumlah perokok yang kini mencapai kisaran 70 juta orang di Indonesia juga menyumbang angka kasus penyakit tidak menular, khususnya jantung dan strok. "Selain itu, lebih dari 79 persen masyarakat Indonesia kurang aktivitas fisik dan masih ada yang konsumsi alkohol," katanya.

Dalam acara yang sama, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Erta Priadi Wirawijaya mengatakan, faktor lain pemicu kardiovaskular adalah stres yang berisiko menambah beban kerja jantung. Secara ilmiah, kata Erta, stres memicu gangguan jantung akibat peningkatan tekanan darah dari reaksi biologis pelepasan hormon stres, seperti adrenalin.

Selain itu, stres juga berpotensi peningkatan produksi hormon kortisol yang dapat memengaruhi metabolisme tubuh dan menyebabkan peningkatan kadar gula darah. "Tekanan darah yang tinggi adalah faktor risiko utama penyakit jantung," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement