REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Nawir Arsyad Akbar
Munculnya tiga gugatan sekaligus dalam waktu berdekatan dengan petitum serupa, yakni meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatasi usia maksimum capres 65 atau 70 tahun, diduga diorkestrasi oleh lawan politik Prabowo Subianto. Apabila gugatan tersebut dikabulkan, maka Prabowo yang kini berusia 71 tahun tentu tidak bisa menjadi capres Pilpres 2024.
Menurut pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, kekuatan politik yang berada di balik gugatan tersebut berupaya membatalkan pencapresan Prabowo karena menyadari elektabilitas Menteri Pertahanan RI itu tinggi. Survei terbaru Indikator Politik Indonesia, misalnya, mendapati elektabilitas Prabowo beda tipis dengan capres PDIP Ganjar Pranowo.
Tingkat keterpilihan Prabowo menempati urutan kedua, yakni 29,9 persen. Sedangkan Ganjar di urutan pertama dengan elektabilitas 32,4 persen. Elektabilitas Ganjar dan Prabowo bisa saja sama karena selisihnya masih dalam rentang margin of error 2,35 persen.
Ujang mengatakan, kekuatan politik yang mendalangi tiga gugatan tersebut adalah lawan politik Prabowo di Pilpres 2024, khususnya yang kerap menyerang dan mengkritik Ketua Umum Partai Gerindra itu akhir-akhir ini. Meski tahu siapa dalangnya, Ujang enggan menyebutkan nama.
"Kelompok mana dan partai mana, saya tidak mau menyebutkan itu karena di situ sudah kelihatan kok, publik juga paham siapa yang menyerang Prabowo," kata Ujang ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Berdasarkan catatan Republika, sejumlah politkus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) getol mengkritik Prabowo dalam sepekan terakhir. Wakil Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres PDIP Adian Napitupulu, misalnya, mengungkit kasus pelanggaran HAM berat penculikan aktivis 1997-1998 yang menyeret nama Prabowo.
Sedangkan Sekretaris Jenderal PDIP mengkritik proyek food estate atau lumbung pangan yang dikerjakan Kementerian Pertahanan. Hasto menyebut, proyek tersebut merupakan kejahatan lingkungan karena digarap dengan membabat hutan terlebih dahulu. Selain itu, program pertanian berskala besar itu diniali tidak berjalan dengan baik hingga sekarang.
"(Pemimpin) yang dicari itu yang punya track record yang bagus, yang mendorong program pangan untuk rakyat. Bukan yang dengan alasan pangan untuk rakyat, tapi malah dikorupsi oleh teman-temanya, bukan seperti itu yang dicari," kata Hasto di Ciawi, Bogor, Selasa (15/8/2023).
Hasto ketika itu juga menyebut capres PDIP Ganjar Pranowo sedang dikeroyok. Hal itu disampaikannya untuk menanggapi langkah Partai Golkar dan PAN bergabung dengan Partai Gerindra dan PKB untuk mendukung Prabowo. Sedangkan PDIP hanya berkoalisi dengan satu partai parlemen, yakni PPP.
Pada Ahad (20/8/2023), Hasto kembali menyerang Prabowo. Dia menyebut, Prabowo menggunakan taktik adu domba demi memenangkan Pilpres 2024. Pernyataan itu untuk merespons sikap politisi PDIP Budiman Sudjatmiko yang mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo.
Namun, pada Selasa (22/8/2023), Ketua DPP PDIP, Said Abdullah mengatakan, tak elok jika gugatan tersebut dianggap sebagai langkah untuk menjegal capres tertentu.
"Kurang elok (gugatan dipandang untuk jegal bakal capres tertentu), siapapun silakan saja, dia bergulir MK, ranahnya MK. Ini negara demokrasi, kalau kami melarang, apa hak kami melarang," ujar Said di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (22/8/2023).
"Kalau kami menyayangkan untuk apa? Kami menyayangkan. Toh keputusan MK itu final dan binding (mengikat) melebihi keputusan Tuhan," sambungnya.
Said melanjutkan, PDIP menyerahkan segala keputusan terkait gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Partai berlambang kepala banteng itu fokus untuk memenangkan Ganjar Pranowo.
"Kami tidak terlena dengan urusan gugat-menggugat, kami tetap istiqomah memenangkan capres PDI Perjuangan. Kami tidak terlena dengan urusan gugat-menggugat yang akan dilakukan oleh yang sudah atau akan dilakukan di MK," ujar Said.