Selasa 22 Aug 2023 20:09 WIB

BHS Salurkan Bansos Bagi Nelayan Korban Kebakaran Kapal di Pelabuhan Jongor

Sebanyak 63 kapal di pelabuhan Kota Tegal hangus, dan kerugian lebih Rp 200 miliar.

Rep: Erik PP/Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Penasihat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono.
Foto: Republika.co.id
Penasihat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono.

REPUBLIKA.CO.ID, TEGAL -- Insiden kapal nelayan dilalap si jago merah di Pelabuhan Jongor, Kota Tegal, Jawa Tengah (Jateng) pada Senin (14/8/2023) menjadi kebakaran terparah di Indonesia. Dalam peristiwa itu, sebanyak 63 kapal nelayan hangus tak tersisa dengan kerugian ditaksir lebih Rp 200 miliar.

Kebakaran itu membawa duka mendalam bagi Bambang Haryo Soekartono (BHS). Penasihat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Timur ini pada Senin (21/8/2023), menyalurkan bantuan sosial bersama tim BHS Peduli. Anggota DPR periode 2014-2019 ini tak sendirian.

Dia mengajak PT DLU Holding yang dihadiri Dirut Erwin H Poedjono dan jajaran direksi PT Dharma Lautan Utama (DLU) untuk mengirimkan bantuan sembako lengkap dua truk, yang berisi 4,5 ton beras, 800 kilogram (kg) gula, 600 liter minyak goreng, 300 kg telur, serta paket lainnya. Penyerahan nansos diterima oleh Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jateng dan Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT).

Ternyata, bansos tersebut merupakan yang pertama diterima oleh nelayan dari kalangan swasta. "Saya merasa sangat prihatin dan duka yang sangat mendalam atas kejadian kebakaran yang menghancurkan 63 kapal nelayan. Ini adalah kejadian kebakaran yang sudah ke-tiga kalinya di pelabuhan yang dikelola oleh Provinsi Jawa Tengah," kata BHS dalam siaran di Jakarta, Selasa (22/8/2023).

Menurut BHS, seharusnya kapal yang sandar di pelabuhan, keselamatannya dijamin penuh oleh pihak kepelabuhanan. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 8 Tahun 2012, yang mengamanatkan pengelola harus menyediakan hidran dan alat pemadam yang cukup untuk menjamin pemadaman kapal apabila terjadi kebakaran di pelabuhan tersebut.

"Saya juga sangat prihatin dengan kondisi pendangkalan pelabuhan karena perawatan normalisasi kedalaman belum dilakukan oleh pihak pengelola pelabuhan dari mulai diresmikannya pelabuhan tersebut. Sehingga pada saat terjadinya kebakaran satu kapal waktu itu, para nelayan tidak bisa menggerakkan kapalnya karena kandas," kata BHS.

Alumni Teknik Perkapalan ITS Surabaya tersebut berharap, pemerintah pusat, Pemprov Jateng, maupun Pemkot Tegal bisa mendukung pemulihan kondisi perikanan pascakebakaran. Caranya dengan membersihkan kolam pelabuhan dari bangkai kapal tersebut, sekaligus membantu percepatan pembangunan kapal yang rusak.

"Karena perikanan memberikan dampak multiplier ekonomi yang demikian besar pada usaha mikro kecil dan menengah, maka sudah seharusnya keterlibatan pemerintah dan dunia perbankan harus segera direalisasikan di kasus tersebut," kata BHS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement