Sabtu 19 Aug 2023 05:16 WIB

Jokowi: Amandemen UUD 1945 Sebaiknya Setelah Pemilu

Rencana amandemen UUD 1945 ini diusulkan oleh MPR RI.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Agus Yulianto
Presiden Joko Widodo.
Foto: Republika/N Dessy Suciati Saputr
Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai amandemen UUD 1945 sebaiknya dilakukan setelah penyelenggaraan pemilu 2024. Rencana amandemen UUD 1945 ini diusulkan oleh MPR RI.

Jokowi beralasan, saat ini, proses pemilu sedang berjalan. Dalam waktu dekat, pemerintah pun menyelenggarakan pemilu, baik pemilihan umum presiden dan pemilihan umum legislatif.

"Ini kan proses pemilu ini sedang berproses, dalam waktu dekat kita sudah pemilu sudah pilpres, pileg. Sehingga ya menurut saya sebaiknya proses itu setelah setelah ya setelah pemilu," kata Jokowi di Gedung Parlemen Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Jokowi menilai, pokok-pokok haluan negara (PPHN) memang penting untuk dibahas. PPHN ini, kata dia, untuk memberikan arah panduan yang jelas bagi Indonesia.

"PPHN ini kan penting untuk memberikan arah panduan karena di situ ada pokok-pokok haluan. Tapi sekali lagi tadi saya sampaikan kan memang PPHN tadi Ketua MPR menyampaikan memang berisi filosofis tidak detail sehingga memberikan fleksibilitas kepada eksekutif," jelas Jokowi.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan, rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 baru akan dilakukan setelah Pemilu 2024. Ia juga menegaskan, rencana perubahan kelima terhadap konstitusi itu tak ada kaitannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Amendemen adalah domain partai politik, tidak ada urusannya dengan presiden, tidak ada urusannya dengan pemerintah. Ini adalah domain daripada partai politik yang ada di sini dan DPD, artinya ujungnya adalah MPR, DPD, jadi itu domain MPR," ujar Bamsoet di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Ia menegaskan, amendemen terhadap UUD 1945 sudah dilakukan sebanyak empat kali. Menurutnya, perubahan konstitusi bukanlah merupakan hal yang tabu.

Termasuk ihwal penundaan pemilihan umum saat masa darurat. Masa darurat itu seperti bencana alam dahsyat berskala besar, peperangan, hingga pemberontakan yang tak bisa memaksakan terlaksananya kontestasi nasional.

"Kita perlu jalan keluar apabila terjadi dispute, contoh misalnya manakala terjadi hal-hal yang luar biasa. Apakah bencana alam skala besar, apakah peperangan, pandemi, lalu yang tak kalah penting bisa saja suatu saat nanti pilpres hanya calon tunggal, misalnya," ujar Bamsoet.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement