Selasa 18 Jul 2023 08:34 WIB

'Mandatory Spending' Dihapus di UU Kesehatan, Menkes: Fokus Output, Bukan Uangnya

Budi Sadikin menyebut, anggaran tinggi tak berbanding lurus dengan hasil yang baik.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Erik Purnama Putra
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hilangnya mandatory spending dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan dipersoalkan sejumlah pihak. Menyikapi hal tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta semua pihak untuk fokus kepada pencapaian program, bukan masalah anggaran.

Pasalnya, tidak benar jika anggaran melimpah, tetapi perbaikan di bidang kesehatan tak menunjukkan hasil yang baik. "Kita tuh harus fokus ke hasil. Bukan uangnya. Saya kasih contoh. Uangnya banyak, tapi misalnya stunting-nya nggak turun. Ya, salah kan?" ujar Budi dalam Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta Pusat, Senin (17/7/2023).

Dia membeberkan sejumlah contoh yang menggambarkan anggaran tinggi tak berbanding lurus dengan hasil program di bidang kesehatan yang baik. Dia pun meminta semua pihak untuk fokus kepada hasil yang hendak dicapai. Bahkan, jika memungkinkan, hasil yang diinginkan dapat tercapai dengan penggunaan anggaran yang seminimal mungkin.

"Kita harusnya, menurut saya, fokusnya pada output-nya tercapai dong. Kalau bisa dengan seminimal mungkin anggarannya. Bukan anggarannya sebesar-besarnya, kematian ibu-anak tetap (tidak berubah)," jelas Budi.

Dia menuturkan, untuk mencapai tujuan yang diinginkan, pemerintah harus dapat menyusun langkah kongkret. Karena itu, pemerintah dan DPR setuju untuk membuat Rencana Induk Kesehatan. Rencana Induk Kesehatan akan didiskusikan bersama-sama oleh pemerintah dengan DPR untuk memastikan persoalan kesehatan dapat ditangani dengan baik.

"Dengan DPR kita setuju nih untuk bikin yang namanya Rencana Induk Kesehatan. Supaya rencana lima tahun ke depan bukan hanya yang sifatnya mengecat langit, tapi kita benar-benar konkret," terang Budi.

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkiades Laka Lena, mengatakan, UU Kesehatan terdiri dari 20 bab dengan 458 pasal di dalamnya. Di antara bab yang dibahas itu, kata dia, ada pembagian tanggung jawab yang jelas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga partisipasi masyarakat untuk melakukan perbaikan di sektor kesehatan.

"Sehingga pembiayaan kesehatan itu sebenarnya jangan seolah-olah semuanya harus ditaruh menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Justru dengan UU ini seluruh pihak bisa sama-sama duduk bersama membahas dan nantinya pembagian kerja tanggung jawab dan juga pembiayaan itu juga bisa kita bagi dengan baik antara semua pihak tersebut," jelas Melki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement