Selasa 11 Jul 2023 09:26 WIB

Kemenkes: Kami Sesali Forum Guru Besar tak Cari Fakta Soal RUU Kesehatan

Kemenkes menilai Forum Guru Besar tidak mencari fakta sebenarnya soal RUU Kesehatan.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Bilal Ramadhan
Massa dari Tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi menolak RUU Kesehatan.Kemenkes menilai Forum Guru Besar tidak mencari fakta sebenarnya soal RUU Kesehatan.
Foto: Republika/Prayogi
Massa dari Tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi menolak RUU Kesehatan.Kemenkes menilai Forum Guru Besar tidak mencari fakta sebenarnya soal RUU Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril, mengatakan pihaknya kecewa atas petisi penolakan RUU Kesehatan oleh Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) pada Senin (10/7/2023) kemarin.

Menurut dia, sikap beberapa Guru Besar Ilmu Kedokteran dari universitas ternama itu amat disesalkan. Dia menilai, para Guru Besar tersebut terprovokasi atas fakta sesat yang dihembuskan pihak tertentu.

Baca Juga

“Kami menyesalkan para guru besar tersebut tidak membaca dan tidak tabayun mencari fakta sebenarnya terkait RUU Kesehatan,” kata Syahril dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Selasa (11/7/2023).

Dia berasumsi, penolakan yang ada dan berujung petisi kepada Presiden Joko Widodo itu hanya didasarkan pada hoax yang beredar di WhatsApp (WA) Group serta provokasi dari pihak-pihak tertentu. Ihwal demikian, kata Syahril, RUU Kesehatan yang hendak disahkan, justru akan membuat masyarakat lebih mudah mengakses dokter dan mendapatkan pengobatan serta layanan kesehatan yang murah.

Lebih jauh, Syahril membantah salah satu isu yang dihembuskan dalam petisi para Guru Besar soal terminologi dan waktu aborsi. Menurut dia, masalah aborsi sudah diatur dalam UU KUHP yang baru, dan RUU Kesehatan hanya mengikuti apa yang sudah ada di UU KUHP agar tidak bertentangan. 

“Isu lain yang salah kaprah terkait kebijakan genomik. Pengobatan presisi secara genomik sudah umum di negara lain. Indonesia sudah jauh ketinggalan. Malaysia dan Thailand sudah memulainya lebih dari 5 tahun lalu. Kenapa guru besar ini keberatan dengan ilmu baru ini?” tanya Syahril.

Diketahui, Penolakan RUU Kesehatan untuk disahkan menjadi UU masih terus digaungkan oleh berbagai pihak. Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) pada Senin (10/7/2023) melayangkan petisi yang ditandatangani 84 Guru Besar kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR Puan Maharani untuk menunda pengesahan RUU Kesehatan.

Dokter spesialis kandungan dan perwakilan Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) Prof Laila Nuranna Soedirman mengatakan, setidaknya ada empat isu yang menjadi pokok perhatian. Pertama, penyusunan RUU Kesehatan yang tidak secara memadai memenuhi asas krusial pembuatan undang-undang, yaitu keterbukaan atau transparan, partisipatif dan kejelasan landasan pembentukan serta kejelasan rumusan.

Kedua, kata dia, tidak adanya urgensi dan kegentingan yang mendesak untuk pengesahan RUU Kesehatan saat ini. Apalagi, dia menyinggung jika RUU Kesehatan akan mencabut sembilan undang-undang terkait kesehatan dan mengubah empat undang-undang lainnya.

“Padahal hampir semua undang-undang tersebut masih relevan digunakan dan tidak ditemukan adanya redundancy dan kontradiksi satu sama lain,” jelas dia dalam konferensi pers daring di Jakarta, Senin (10/7/2023).

Ketiga, lanjut Prof Laila, berbagai aturan dalam RUU Kesehatan malah bisa memantik destabilitas sistem kesehatan serta menganggu ketahanan kesehatan bangsa. Menurut dia, sejumlah pasal dalam RUU Kesehatan malah tidak kondusif dan menunjukkan ketidakberpihakan kepada ketahanan kesehatan bangsa yang adekuat.

“Di antaranya, (a) hilangnya pasal terkait mandatory spending yang tidak sesuai amanah Abuja Declaration WHO dan TAP MPR RI X/MPR/2001, (b) munculnya pasal-pasal terkait multi-bar bagi organisasi kesehatan,” katanya.

Tak sampai di sana, faktor ketiga dalam pokok ini, dia nilai juga bisa memudahkan dokter asing masuk ke negara ini tanpa menguntungkan mayoritas masyarakat Indonesia yang masih memerangi kemiskinan. “Kemudian (d) implementasi proyek bioteknologi medis yang mengakibatkan konsekuensi serius pada biosekuritas bangsa. Dan (e) kontroversi terminologi waktu aborsi,” jelasnya.

Isu Keempat atau terakhir yang menjadi permasalahan, lanjut dia, adalah pengesahan RUU Kesehatan yang menuai banyak kontroversi. Dia menjelaskan, RUU Kesehatan ke depan, bisa melahirkan kelemahan penerimaan dan implementasi undang-undang yang bermuara pada konflik, kurangnya legitimasi undang-undang, serta minimnya partisipasi kolektif.

“Kami mohon dan berharap kiranya masukan ini menjadi pertimbangan serius bagi Bapak Presiden dalam menentukan proses selanjutnya dari RUU Kesehatan ini,” ucap dia.

Dari pokok-pokok itu, dia mengingatkan, RUU Kesehatan yang hingga kini masih memiliki sejumlah isu serius dan berpotensi menganggu ketahanan kesehatan bangsa. Sebab itu, pihaknya mengusulakan agar RUU Kesehatan bisa ditunda pengesahannya.

Di lokasi yang sama Prof Sukman Tulus Putra yang juga tergabung dalam FGBLP mengatakan, penyusunan dan pembahasan suatu undang-undang seharusnya melibatkan semua pihak demi produk hukum yang bermanfaat. Apalagi, kata dia, kesehatan menjadi hal fundamental seluruh elemen.

“Namun hingga kini, mendekati waktu pengesahan yang akan diparipurnakan DPR, aspirasi yang berkembang tidak diberlakukan sebagaimana mestinya,” kata Prof Sukman.

Dia mengatakan, forum yang ada merupakan panggilan para akademisi dan guru besar dari berbagai keilmuan untuk menyikapi situasi yang ada. Dia berharap, petisi yang dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR bisa menjadi pertimbangan untuk kebaikan ketahanan bangsa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement