Jumat 14 Jul 2023 18:25 WIB

UU Kesehatan Ditolak, Moeldoko: Semua Tidak Ada yang Mulus

Moeldoko sebut UU Kesehatan sudah menjadi kepentingan masyarakat luas.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Teguh Firmansyah
Moeldoko saat ditemui awak media di Pullman Hotel, Jakarta, Senin (15/5/2023).
Foto: Republika/Zainur Mahsir Ramadhan
Moeldoko saat ditemui awak media di Pullman Hotel, Jakarta, Senin (15/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Kesehatan yang baru saja disahkan DPR masih mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pun menyebut setiap undang-undang yang lahir tidak selalu berjalan mulus.

"Kalau setiap UU yang lahir itu adalah riak-riak seperti itu karena semua itu tidak ada yang mulus," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/7/2023).

Baca Juga

Moeldoko menyebut, jika Undang-Undang Kesehatan ini sudah menjadi kepentingan masyarakat luas, maka pihak lainnya akan berusaha untuk memahami.

Menurut Moeldoko, selama ini pihak-pihak yang menemui Kantor Staf Kepresidenan justru menyatakan dukungannya terhadap pengesahan UU Kesehatan ini. Sedangkan pihak yang tidak setuju tidak pernah menyampaikan aspirasinya kepada KSP.

"Yang tidak setuju malah tidak datang ke KSP. Justru yang setuju dari berbagai dua gelombang yang datang ke KSP memberikan dukungan penuh untuk segera diundangkan. Justru yang ga setuju ga pernah hadir," ujarnya.

Moeldoko juga mengatakan, pengesahan UU Kesehatan ini sudah menjadi bagian dari keputusan politik DPR. Karena itu, ia menyarankan agar UU Kesehatan ini dijalankan terlebih dahulu.

"Nanti ada persoalan di mana persolannya akan ketahuan di mana mungkin ada hal yang perlu dilihat kembali atau di aturan-aturan di bawahnya yang akan menyesuaikan. Tinggal begitu ya," ujar dia.

Soal rencana aksi mogok nasional, Moeldoko menilai tidak semua dokter menolak pengesahan UU Kesehatan ini. "Saya kira tidak semua dokter punya pandangan seperti itu. Gitu yah," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambut baik pengesahan Undang-Undang Kesehatan oleh DPR RI dalam rapat paripurna. Meskipun mendapatkan penolakan dari berbagai organisasi profesi bidang kesehatan, namun Jokowi menilai UU Kesehatan tersebut nantinya akan memperbaiki informasi di bidang layanan kesehatan.

“Ya bagus. UU Kesehatan kita harapkan setelah dievaluasi dan dikoreksi di DPR, saya kira akan memperbaiki informasi di bidang pelayanan kesehatan kita,” kata Jokowi saat memberikan keterangan pers usai meresmikan Jalan Tol Cisumdawu di Sumedang, Jawa Barat, Selasa (11/7/2023).

Jokowi pun berharap, melalui UU Kesehatan yang disahkan tersebut bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah kekurangan dokter spesialis di Indonesia. “Kita harapkan (solusi) kekurangan dokter bisa lebih dipercepat, kekurangan spesialis bisa dipercepat. Saya kira arahnya ke sana,” ujarnya.

Sementara itu, Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan, pihaknya berencana melakukan aksi secara bergelombang menolak UU Kesehatan. Menurut dia, pada 20 Juli 2023, aksi awalan akan dilakukan di Istana dan DPR dengan massa ribuan buruh.

“Selain menyerukan UU Kesehatan yang baru saja disahkan agar segera dicabut, dalam aksi buruh juga menolak UU Cipta Kerja,” kata Said Iqbal dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Jumat (14/7/2023).

Dia menambahkan, bagi Partai Buruh dan KSPI, UU Cipta Kerja dan UU Kesehatan menjadi isu utama karena dianggap tidak adil. Sebab itu, kata dia, perlawanan akan dilakukan agar undang-undang tersebut segera dicabut. Aksi ini akan terus dilakukan di berbagai daerah.

Penolakan RUU Kesehatan menjadi UU juga datang dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI). Menurut Founder dan CEO CISDI Diah Satyani Saminarsih, penyusunan RUU Kesehatan terburu-buru, diperparah dengan tidak ada transparansi naskah final kepada publik.

Dia mengatakan, pengesahan ini juga mengabaikan rekomendasi masyarakat sipil terkait aspek formil dan materiil dalam RUU Kesehatan. CISDI, menurut dia, mencatat ada empat masalah dalam draf dan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Kesehatan yang kini telah disahkan.

Beberapa ketentuan bermasalah, yakni perihal penghapusan mandatory spending sektor kesehatan sebesar 10 persen dari APBN dan APBD, beberapa kebijakan yang belum inklusif gender dan kelompok rentan. Tak sampai di sana, belum dilembagakannya peran kader kesehatan juga menjadi masalah, selain dari belum dimasukkannya pasal pengaturan iklan, promosi, dan sponsorship tembakau dalam RUU Kesehatan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement