Sabtu 15 Jul 2023 18:05 WIB

IDI Awalnya Bisa Terima RUU Kesehatan Saat Draf Masih di Baleg DPR

IDI menyebut draf RUU Kesehatan berubah saat pembahasan berada di Panja DPR.

Rep: Zainur Mashir Ramadhan/ Red: Andri Saubani
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bersiap mengikuti Rapat Paripurna ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Dalam Rapat Paripurna tersebut DPR resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kesehatan menjadi Undang-undang (UU).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bersiap mengikuti Rapat Paripurna ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Dalam Rapat Paripurna tersebut DPR resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kesehatan menjadi Undang-undang (UU).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Mahesa Paranadipa mengatakan, pihaknya bisa menerima rancangan undang-undang (RUU) Kesehatan saat masih dalam pembahasan dengan Badan Legislatif (Baleg DPR). Menurut dia, saat pembahasan, Baleg, memiliki pemahaman yang baik menyoal kesehatan dan organsisasi profesi (OP) kesehatan.

 

Baca Juga

“Awalnya kita agak khawatir terkait OP menjadi multibar, ternyata Baleg punya pemahaman yang baik. Jujur ya, waktu draf terbit dari pembahasan Baleg DPR kami bisa mengatakan 70-80 persen draf sudah baik, hanya tinggal sisanya,” kayta Mahesa dalam diskusi daring bertajuk ‘Menanti Arah Baru Layanan Kesehatan Masyarakat’ Sabtu (15/7/2023).

Aral melintang, saat dibahas lebih lanjut di Panitia Kerja (panja) DPR kondisi rancangan benar-benar berubah. Sebab itu, kata dia, penolakan dilakukan berkali-kali pihaknya karena perubahan yang dimaksud.

“Harusnya kalau draft Baleg itu diperbaiki sedikit, kami tidak akan ada reaksi penolakan ya, tinggal kita kawal substansi RUU ini supaya bisa bermanfaat bagi seluruh rakyat,” kata dia.

Mahesa menjelaskan, ada dua catatan yang menjadi penolakan sebagian tenaga kesehatan. Pertama, menyoal prosedural pembentukan peraturan menurut UU Nomor 13 Tahun 2022 yang berkaitan dengan keterlibatan bermakna. Dalam RUU Kesehatan kemarin, dia menilai tidak mendapat hak fundamental dan posisional yang baik.

“Dalam prosedurnya kita melihat hak ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Hanya satu yang dilaksanakan, yaitu hak untuk didengar, sedangkan hak untuk dipertimbangkan dan hak untuk mendengar penjelasan itu tidak terjadi,” tutur dia.

Faktor kedua yang menjadi permasalahan, lanjutnya, ada di substansi isi rancangan undang-undang kesehatan. Namun demikian, pada pokok ini Mahesa enggan berkomentar lebih jauh.

 

“Karena draf resminya sendiri kami belum bisa dapatkan, walaupun ada bocoran yang beredar di kalangan jurnalis. Tapi tentu akan lebih elok kalau kita membahas draft resminya,” ucapnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement