Ahad 16 Jul 2023 06:10 WIB

Polemik STR Hingga SIP, IDI: Keribetan dan Biaya Mahal Diarahkan ke Negara

IDI menyebut draf RUU Kesehatan dari Baleg banyak diubah di Panja DPR.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus raharjo
Pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi di depan gedung MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Mereka menuntut DPR untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law saat Sidang Paripurna DPR karena dianggap akan merugikan tenaga kesehatan.
Foto: Republika/Prayogi
Pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi di depan gedung MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Mereka menuntut DPR untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law saat Sidang Paripurna DPR karena dianggap akan merugikan tenaga kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Mahesa Paranadipa, kecewa dengan protes soal Surat Tanda Registrasi (STR) Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) hingga Surat Izin Praktik yang dikeluhkan ke organisasi profesi (OP) kesehatan. Menurut dia, sebelum ada RUU Kesehatan, STR hingga SIP sebenarnya menjadi domain negara.

“STR ada di konsil kedokteran yang merupakan lembaga di bawah presiden, SIP ada di domain Dinkes dan PTSP. Jadi kalau narasi dibentuk ada keribetan dan berbelit, biaya mahal, loh ini justru pertanyaannya diarahkan ke pihak yang mengelola (negara),” kata Mahesa dalam diskusi daring di acara bertajuk ‘Menanti Arah Baru Layanan Kesehatan Masyarakat’ Sabtu (15/7/2023).

Baca Juga

Dia meminta, semua pihak untuk tidak menarasikan permasalahan dan keluhan STR hingga SIP kepada organisasi profesi. Menyoal PPDS di kolegium based ataupun hospital based, kata dia, ada banyak referensi di banyak negara.

“Di Amerika saja dikenal ada hospital based, tapi hanya 30 persen, hampir sebagian besar itu university based,” kata dia.

Lebih jauh, Mahesa menuturkan, saat pembahasan RUU Kesehatan di Badan Legislatif (Baleg DPR) pihaknya bisa menerima banyak pasal. Dia menilai, pemahaman dewan di rapat Baleg sangat baik terkait kesehatan ataupun organsisasi profesi (OP) kesehatan.

“Awalnya kita agak khawatir terkait OP menjadi multibar, tapi ternyata Baleg punya pemahaman yang baik. Jujur ya, waktu draf terbit dari pembahasan Baleg DPR kami bisa mengatakan 70-80 persen draf sudah baik, hanya tinggal sisanya,” ujarnya.

Aral melintang, saat dibahas lebih lanjut di Panitia Kerja (panja) DPR, kondisi rancangan benar-benar berubah. Sebab itu, kata dia, penolakan dilakukan berkali-kali pihaknya karena perubahan yang dimaksud.

“Harusnya kalau draf Baleg itu diperbaiki sedikit, kami tidak akan ada reaksi penolakan ya, tinggal kita kawal substansi RUU ini supaya bisa bermanfaat bagi seluruh rakyat,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement