Selasa 27 Jun 2023 17:03 WIB

Mantan Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif Didakwa Korupsi dan Pencucian Uang

Kasus dugaan korupsi di BAKTI juga menyeret mantan menkominfo, Johnny G Plate.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Terdakwa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate (kiri) bersama terdakwa Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad (kanan) dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto (tengah) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023). Johnny G Plate bersama dua terdakwa lainnya hari ini menjalani sidang pembacaan dakwan dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan Infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahub 2020-2022.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate (kiri) bersama terdakwa Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad (kanan) dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto (tengah) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023). Johnny G Plate bersama dua terdakwa lainnya hari ini menjalani sidang pembacaan dakwan dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan Infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahub 2020-2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022. Anang disebut menggelapkan uang haram senilai Rp 5 miliar yang didapat dari proyek tersebut. 

Hal tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perdana atau pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat (PN Tipikor Jakpus) pada Selasa (27/6/2023). 

Baca Juga

"Mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 8.032.084.133.795,51 dan terdakwa Anang Achmad Latif menerima pendapatan yang tidak sah sebesar Rp 5 miliar," kata JPU Sutikno dalam persidangan tersebut. 

Anang disebut JPU menggelapkan hartanya lewat pembelian properti dan kendaraan. Anang membeli satu unit sepeda motor BMW seharga Rp 950 juta, membeli satu unit rumah di Bandung senilai Rp 6,7 miliar, melunasi pembelian satu unit rumah di South Grove Nomor 8 Jalan Lebak Bulus 1 Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan, dan satu unit mobil BMW X5 seharga Rp 1,8 miliar.

"Perbuatan terdakwa Anang Achmad Latif sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP," ujar Sutikno 

JPU menerangkan pembelian properti dan kendaraan dilakukan Anang guna menyamarkan uang haramnya. Upaya tersebut ditempuh Anang supaya kekayaan itu tak berhubungan dengan kasus korupsi BTS.

"Untuk menyembunyikan atau menyamarkan sehingga seolah-olah harta kekayaan tersebut tidak ada kaitannya sebagai hasil tindak pidana korupsi," ucap Sutikno. 

Padahal sampai dengan masa kontrak pelaksanaan kegiatan pengadaan BTS dan infrastruktur pendukungnya tersebut berakhir, perusahaan-perusahaan yang menjadi penyedia pengadaan BTS dan infrastruktur pendukungnya tersebut tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya.

"Sedangkan pembayaran sudah dilakukan 100 persen," ujar Sutikno. 

Atas dasar itulah, Anang Achmad Latif didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP., atau kesatu subsider Pasal 3 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor.

Kemudian, Anang didakwa Pasal 3 UU TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini ikut menyeret mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate dan lima terdakwa lain. Kelima orang tersebut adalah Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020 Yohan Suryanto, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan. Dua nama pertama yang disebut di atas ikut menjalani sidang dakwaan pada hari yang sama dengan Johnny. 

"Bahwa perbuatan terdakwa Johnny Gerard Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51," kata JPU dalam persidangan tersebut. 

Pembangunan BTS 4G Bakti Kemenkominfo merupakan proyek prioritas nasional untuk pembangunan sekitar 7.000-an menara komunikasi di wilayah-wilayah terluar Indonesia. Dalam penyidikan terungkap, ada sekitar 4.200 pembangunan dan penyidikan BTS 4G Bakti dalam paket 1, 2, 3, 4, dan 5, yang terindikasi korupsi.

Di antaranya, Paket 1 di tiga wilayah; Kalimantan sebanyak 269 unit, Nusa Tenggara 439 unit, dan Sumatra 17 unit. Paket 2 di dua wilayah; Maluku sebanyak 198 unit, dan Sulawesi 512 unit. Paket 3 di dua wilayah; Papua 409 unit, dan Papua Barat 545 unit. Paket 4 juga Paket 5 di wilayah; Papua 966 unit, dan Papua 845 unit.

 

photo
Anatomi Bakti Kasus Kemenkominfo - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement