Rabu 21 Jun 2023 07:40 WIB

Warga Depok Tuding Water Tank di Tengah Permukiman Proyek Zalim

Di sidang PTUN Bandung, terungkap PDAM Tirta Asasta hanya minta izin ke enam orang.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Erik Purnama Putra
Proyek water tank bermuatan jutaan liter dari PDAM Tirta Asasta Depok di Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (12/4/2023).
Foto: Republika/Alkhaledi Kurnialam 
Proyek water tank bermuatan jutaan liter dari PDAM Tirta Asasta Depok di Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (12/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pembangunan water tank atau tangki raksasa bermuatan 10 juta liter yang dilakukan PDAM Tirta Asasta di Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, sudah sejak awal ditolak warga sekitar. Warga menuding, proyek tersebut termasuk zalim karena didirikan di tengah permukiman padat penduduk tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu.

Salah seorang perwakilan warga RT 04, RW 26, Pesona Depok II, Yani Suratman mengatakan, selama ini, PDAM Tirta Asasta mengaku telah mengurus izin dan sosialisasi sebelum membangun water tank. Tetapi, langkah itu hanya dilakukan kepada segelintir orang saja. Sementara, sambung dia, dampak lingkungan yang diakibatkan bisa berdampak bagi ratusan warga sekitar.

"Nah, kalau PDAM bilang sudah bersosialisasi dan mendapatkan izin, izinnya cuman ke enam orang. Jadi kalau dia bilang sudah meminta izin dan sudah bersosialisasi, ya nggak sah lah. Ketika ada musibah emang bisa diwakilkan? Orang mati gitu? Jadi sosialisasi itu harus dilakukan oleh PDAM sendiri, ada videonya, ada tanda tangan menunjukkan acara sosialisasi," jelas Yani kepada Republika.co.id di Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (20/6/2023).

Yani menyebut, PDAM Tirta Asasta Depok secara sembunyi-sembunyi meminta izin kepada segelintir warga yang bahkan kebanyakan tinggal jauh dari lokasi proyek. Hal itu dilakukan karena tahu masyarakat pasti menolak pembangunan proyek dengan dampak lingkungan besar di tengah permukiman seperti ini.

"Jadi izin nggak boleh sembunyi-sembunyi, izin itu harus dari warga terdampak, stakeholder, orang yang berimbas negatif atau positif ke proyek itu. Jadi kalau cuman jarak enam sampai tujuh meter harus orang itu yang tandatangani. Sementara 20 juta liter water tank di IMB hanya punya izin enam orang. Astaghfirullah, zalim. Emang nyamain nyawa kita sama daun?" kata Yani.

Menurut Yani, warga khawatir atas dampak lingkungan yang terjadi akibat proyek tersebut. Terutama, setelah adanya tiga insiden banjir karena masalah pada proyek tangki raksasa, yang berdampak terhadap rumah warga sekitar. Belum lagi kekhawatiran jika water tank jutaan liter itu jebol dan akan mengancam keselamatan jiwa masyarakat.

Dia mengatakan, proyek itu sebenarnya sudah menyalahi aturan. Pasalnya, tangki raksasa dibangun di tengah permukiman padat penduduk dan tanpa buffer zone. Apalagi, tempat tinggalnya bukan kawasan industri.

"Ini daerah permukiman padat  dan di undang-undang, untuk water tank sekelas ini tidak bisa di daerah padat. Mereka itu selalu compare, tapi perbandingannya selalu nggak apple to apple. Mereka meng-compare punyanya (Gubernur) Khofifah (proyek di Jawa Timur), itu mah ada di tengah sawah, kalau bocor ke sawah doang. Kalau kita kan nyawa?" ujar Yani.

Bermodal SPPL

Yeni juga heran dengan sikap Pemkot Depok dan PDAM Tirta Asasta Depok dalam menangani proyek itu. Dia menyebut, Pemkot Depok hanya mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB) dan surat pernyataan pengelolaan lingkungan hidup (SPPL) dalam menyetujui pembangunan tangki raksasa.

Yani mengungkapkan saat sidang di PTUN Bandung, terungkap kalau proyek tersebut hanya bermodalkan IMB dan SPPL saja, tanpa analisis dampak mengenai lingkungan (amdal). Padahal, SPPL merupakan pernyataan yang hanya diperuntukkan untuk usaha-usaha kecil seperti warteg hingga toko kelontong.

"SPPL ini tidak bisa digunakan untuk proyek sebesar water tank itu, karena ada dampak lingkungannya. SPPL itu hanya bisa digunakan untuk warteg, kelontong, atau pabrik roti yang kecil. Yang jelas-jelas warteg itu nggak akan mati orang ketiban nasi, misalnya. Jadi SPPL itu surat jalan, cuman ngisi form, nggak bisa lah dengan proyek sebesar ini gimana sih PDAM," jelas Yani.

Dia mengatakan, PDAM Tirta Asasta harusnya mempunyai amdal dalam membangun proyek tangki raksa. asalnya, dampak lingkungan dari proyek tersebut sangat besar dan berisiko menyebabkan korban jiwa jika sewaktu-waktu ada kebocoran.

Yani menjelaskan, sidang gugatan di PTUN Bandung sudah berjalan selama lima kali. Dia meyakini, warga bakal memenangkan gugatan terhadap Pemkot Depok dan PDAM Tirta Asasta. Bahka,n ia menyebut semua hal akan terungkap saat sidang pembuktian di PTUN Bandung ke depannya.

"Karena kita memang satu tahun sembilan bulan itu pengen banget ngelihat siapa sih yang tanda tangan (izin), kita pengen banget lihat video sosialisasi, kan sosialisasi persyaratannya seluruh warga harus datang. Ini proyek didanai oleh APBD, harus transparan. Sebenarnya kalau transparan tidak akan terjadi water tank ini," ujar Yani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement