REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin menilai, sistem proporsional tertutup membahayakan demokrasi. Sebab, pemaksaan sistem itu akan merugikan partai-partai politik sebagai peserta pemilihan umum.
Ia menekankan, internal parpol akan mengalami guncangan karena mesinnya akan kekurangan energi sebagai akibat pasifnya caleg nomor urut bawah. Bahkan, bisa saja caleg yang memilih diam untuk bertarung atau mundur.
"Bila MK memaksakan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 parpol sebagai peserta pemilu paling rugi, tanda bahaya untuk perjalanan demokrasi," kata Yanuar, Rabu (7/6).
Padahal, ia melihat, kegairahan seseorang menjadi caleg antara lain karena keadilan dalam sistem proporsional terbuka. Sistem ini membuat caleg terpilih atas dasar suara terbanyak, bukan karena nomor urut.
"Kondisi semacam itu tentu saja sangat merugikan partai," ujar Yanuar.
Lalu, ia menuturkan, dalam waktu pendek partai dipaksa untuk menentukan strategi baru dalam pemenangan pemilu yang bercorak tertutup. Hal ini bukan persoalan ringan bagi kebanyakan partai politik peserta pemilu.
Yanuar berpendapat, mereka yang terus mendorong sistem proporsional tertutup sangat memahami kondisi internal parpol. Hal ini yang mereka harapkan karena parpol tidak siap bertarung dalam kontestasi politik.
Itu membuat mereka mudah mengendalikan situasi pemilu sesuai skenario. Yanuar menegaskan, pemaksaan sistem cermin mereka ingin melanggengkan kekuasaan pesimistis dan tidak percaya diri bertarung sistem terbuka.
"Mereka ingin menguasai keadaan, tapi dengan cara yang membahayakan demokrasi, membawa kembali demokrasi ke alam kegelapan. Apalagi, dengan menyeret MK terlibat dalam urusan ini," kata Yanuar.
Ia mengingatkan, sistem pemilu komponen jadi kewenangan pembuat undang-undang, DPR dan pemerintah. Adapun sikap delapan parpol DPR menolak tertutup. Yanuar memperkirakan, ini yang mendorong MK harus dikondisikan.
"Dikondisikan masuk ke pusaran politik sebagai jalan pintas untuk menusuk jantung parpol," ujar Yanuar.
Pada akhirnya, Yanuar menambahkan, MK diuji kecerdasan dan kebijaksanaan politiknya. Padahal, ini bukan urusan akademik perdebatan konsep tentang sistem pemilu, melainkan ini cuma menjadi permainan politik yang liar.
"Bila MK bisa ke luar dari pusaran politik yang membabi buta ini, MK akan dicatat sejarah sebagai penyelamat demokrasi," kata Yanuar.