Sabtu 27 May 2023 10:00 WIB

Lima Kejanggalan Putusan Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Denny Indrayana mencium aroma politis dari keputusan MK itu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/Wahyu/Rizky Suryarandika/Antara/ Red: Teguh Firmansyah
Komisi Pemberantasan Korupsi

3. Dekat dengan Tahun Politik

Putusan yang berdekatan dengan pelaksanaan Pilpres memicu kecurigaan banyak pihak.  Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menduga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merestui perpanjangan jabatan pimpinan KPK saat ini sarat kaitannya dengan Pilpres 2024. 

Ia mensinyalir KPK akan dijadikan alat mencegah lawan politik. Denny mengamati kasus dugaan korupsi yang tengah diusut KPK berpotensi menyasar peserta Pemilu 2024. 

"Kenapa perubahan masa jabatan menjadi 5 tahun itu adalah bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024? Karena, ada kasus-kasus di KPK yang perlu 'dikawal', agar tidak menyasar kawan koalisi, dan diatur dapat menjerat lawan oposisi Pilpres 2024," kata Denny kepada Republika, Kamis (25/5/2023). 

4. KPK Era Firli tak Berprestasi

Salah satu asumsi dasar yang menjadi pertanyaan oleh pakar adalah apakaha KPK sudah berprestasi saat ini sehingga harus mengajukan perpanjangan jabatan? 

Eks Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai perubahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun tidak akan mempengaruhi apapun. Menurut dia, keputusan itu tak bakal membuat pemberantasan korupsi menjadi lebih efektif.

 "Menurut saya, putusan itu tidak merubah secara keseluruhan pemberantasan korupsi menjadi lebih efektif efisien, non sense itu," kata Saut saat dikonfirmasi, Kamis (25/5/2023).

Saut mengatakan, keputusan itu memang merupakan kewenangan MK. Namun, ia menyebut, para hakim tidak melihat rekam jejak pimpinan KPK saat ini. "Di dalam menjalankan wewenang itu, apakah mereka sudah melihat kondisi di lapangannya kayak apa sekarang kan gitu kan," ujar Saut.

5. Bukan Berlaku Sekarang

Mantan penyidik KPK Novel Baswedan menilai putusan itu sejatinya bukan berlaku surut untuk kepemimpinan KPK sekarang. 

"Putusan itu tentu hanya bisa berlaku tentunya dipimpin berikutnya yang akan dipilih. Kenapa, nanti masa presiden mengubah lagi SK-nya yang sudah dibuat. Apakah kecuali memang pimpinan KPK menggugat sendiri SK-nya, yang SK pada presiden kan. Kan mestinya harus ada proses upaya hukum, enggak tiba-tiba," ujar Novel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement