REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) tak akan membiarkan megaproyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mangkrak.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Kejagung, Febrie Adriansyah mengatakan, tim penyidikannya sudah memanggil para korporasi pemenang tender, dan subkontraktor untuk melanjutkan sisa pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo.
Febrie mengatakan, tim kejaksaan akan memberikan pendampingan hukum, serta pengawasan supaya kelanjutan proyek pembangunan nasional tahun jamak tersebut rampung tuntas.
“Proyek sekali lagi saya jelaskan, ini agar tidak mangkrak. Karena begitu penanganan perkara kasus ini kita lakukan, kita minta para pihak korporasi yang terkait dengan proyek ini, untuk tetap melaksanakan pekerjaannya sampai selesai,” kata Febri.
Febrie menjelaskan, ada 7.000 pembangunan menara BTS 4G dalam megaproyek BAKTI Kemenkominfo tersebut. Anggarannya tahun jamak sepanjang 2020-2025 mencapai Rp 10 triliun. Jumlah tersebut orientasi pembangunannya ada di wilayah-wilayah terpencil, terluar, dan tertinggal di seluruh wilayah Indonesia.
Febrie menegaskan, kelanjutan pembangunan BTS 4G BAKTI Kemenkominfo tersebut, adalah sebagai pemenuhan hak seluruh masyarakat Indonesia yang membutuhkan akses, dan sarana telekomunikasi.
“Jadi proritas kita, selain penindakan hukumnya yang sudah berjalan, kita juga memprioritaskan untuk mendorong agar kepentingan masyarakat untuk pembangunan BTS ini, tetap berjalan. Ini harus kita laksanakan, sehingga jaksa menjamin agar ini terus berjalan, dan kita dorong dengan pengawalan, dan pendampingan,” ujar Febrie.
“Kita tidak ingin melihat masyarakat kita seperti saat pandemi lalu, yang saat bekerja dari rumah, atau belajar dari rumah, harus naik-naik ke atas pohon, karena sulitnya mendapatkan akses telekomunikasi,” kata Febrie.
Dari hasil penyidikan di Jampidsus, korupsi pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo, tercatat adanya 4.200 titik yang terindikasi korupsi dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 8,32 triliun.
Ribuan titik pembangunan itu, terbagi dalam kontrak lima paket. Paket 1 di tiga wilayah; Kalimantan sebanyak 269 unit, Nusa Tenggara 439 unit, dan Sumatera 17 unit. Paket 2 di dua wilayah; Maluku sebanyak 198 unit, dan Sulawesi 512 unit. Paket 3 di dua wilayah; Papua 409 unit, dan Papua Barat 545 unit. Paket 4 juga di wilayah; Papua 966 unit, dan Paket 5, di Papua 845 unit.
Paket-paket pembangunan tersebut, tendernya dimenangkan oleh delapan konsorsium teknologi dan komunikasi. Di antaranya, PT Fiberhome, PT Telkom Infra, Multi Trans Data, PT Aplikanusa Lintas Arta, PT Huawei Technology, PT Surya Energi Indotama, PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera, dan ZTE. Selain delapan konsorsium tersebut, juga terdapat puluhan perusahaan subkontraktor.
Saat ini, tim penyidikan di Jampidsus-Kejakgung sudah menetapkan enam tersangka. Pada Rabu (17/5/2023), penyidik kejaksaan menetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate sebagai tersangka.
Menteri dari Partai Nasdem itu adalah tersangka keenam dalam kasus korupsi proyek nasional tahun jamak yang bernilai Rp 10 triliun itu. Sejak ditetapkan sebagai tersangka, penyidik juga menjebloskan Johnny Plate ke Rumah Tahanan (Rutan) Kejakgung.
Sebelum menetapkan Johnny Plate sebagai tersangka, tim penyidikan di Jampidsus, pada Januari - Februari 2023 sudah menetapkan lima tersangka awalan dalam kasus tersebut. Mereka di antaranya: Anang Achmad Latief (AAL) yang ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) BAKTI Kemenkominfo.
Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) yang ditetapkan tersangka selaku direktur PT MORA Telematika Indonesia (MTI). Yohan Suryanto (YS) yang ditetapkan tersangka selaku tenaga ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV-UI). Mukti Alie (MA) ditetapkan tersangka dari pihak PT Huawei Tech Investment. Dan Irwan Heryawan (IH) ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy.
Para tersangka itu, untuk sementara dijerat dengan sangkaan sama terkait dengan Pasal 2 dan Pasal 3, juga Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 31/1999-20/2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Penyidik kejaksaan juga menjerat khusus tiga tersangka, yakni AAL, GMS, dan IH dengan sangkaan Pasal 3, dan Pasal 4 UU 8/2010 Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).